BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum
yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam rangka
mewujudkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif maka dalam Permendikbud tentang Standar Proses
dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran diarahkan untuk mendorong
peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber observasi, mampu merumuskan
masalah (menanya) bukan hanya
menyelesaikan masalah. Di samping itu pembelajaran diarahkan untuk melatih
peserta didik berpikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berpikir
mekanistis (rutin) serta mampu kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan
masalah.
Sehubungan dengan itu, Kurikulum 2013
menerapkan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran dan penilaian otentik yang menggunakan prinsip penilaian
bagian dari pembelajaran. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/ inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta
didik agar menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka
sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (problem based
learning) dan pembelajaran berbasis projek (project based learning).
Kurikulum
2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir berkaitan dengan pola
pembelajaran, yaitu: (1) berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran
interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam,
sumber/media lainnya); (3) pembelajaran
dirancang secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan
dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet); (4) pembelajaran bersifat aktif-mencari
(peserta didik aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan
sains); (5) belajar kelompok (berbasis tim); (6) pembelajaran berbasis
multimedia; (7) pembelajaran berbasis kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki
setiap peserta didik; (8) pola pembelajaran menjadi pembelajaran ilmu
pengetahuan jamak (multidisciplines);
dan (9) pembelajaran kritis.
Kurikulum
2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: (1) mengembangkan
keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu,
kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; (2)
sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke
masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; (3)
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; (4) memberi waktu yang cukup
leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (5)
kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih
lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; (6) kompetensi inti kelas menjadi
unsur pengorganisasi (organizing elements)
kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi inti; (7) kompetensi dasar dikembangkan
didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan
memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).
Mata
pelajaran IPA diberikan sejak SD hingga SMA. Pada level SD kelas I, II dan III
muatan IPA diintegrasikan pada kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia, di kelas IV
sampai kelas VI IPA menjadi mata pelajaran tersendiri tetapi pembelajarannya
melalui pembelajaran tematik terpadu.
Mata pelajaran IPA di SMP dilakukan dengan konsep integrative science. Di
tingkat SMA barulah IPA disajikan
sebagai mata pelajaran yang spesifik yang terbagi dalam mata pelajaran Fisika,
Kimia, dan Biologi. Pada penjelasan
pasal 77I bagian (e ) PP Nomor 32 Tahun 2013
dinyatakan bahan kajian ilmu
pengetahuan alam, antara lain, fisika, biologi, dan kimia dimaksudkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik
terhadap lingkungan alam dan sekitarnya.
Pada
kurikulum 2013, khususnya untuk tingkat SMP, terdapat beberapa perubahan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), diantaranya adalah konsep pembelajaran terpadu IPA (integrative science). Konsep keterpaduan ini ditunjukkan dalam
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yakni dalam satu KD sudah
memadukan konsep-konsep IPA dari bidang Biologi, Fisika, Kimia, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
(IPBA). Perubahan ini tentu saja berdampak pada proses pembelajaran IPA, untuk
itu diperlukan Buku Pedoman Mata Pelajaran IPA sehingga pembelajaran bisa
berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, rasa
ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggungjawab terhadap
lingkungan sosial dan alam. IPA juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan
biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah
nusantara.
Melalui
pembelajaran IPA, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga
dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang
telah dipelajarinya. Dengan demikian,
peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang
dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik, dan aktif.
Pendekatan
yang digunakan menekankan pada keterampilan proses, memanfaatkan lingkungan,
masyarakat, dan teknologi (STM). Metode belajarnya dapat menggunakan
eksperimen, demonstrasi, ceramah dan lain-lain. Langkah-langkah atau sintaksnya
dimodifikasi sesuai model keterpaduan yang dipilih menggunakan pendekatan saintifik. Hal ini sejalan dengan Permendikbud
tentang Standar Proses, kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran,
metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Model pembelajaran discovery,
pembelajaran berbasis proyek atau pembelajaran berbasis masalah merupakan
model yang disarankan pada implementasi
kurikulum. Pendekatan pembelajaran yang disarankan adalah pendekatan
saintifik dan penilaiannya berupa penilaian otentik.
Karena
perubahan kurikulum yang cukup mendasar inilah, khususnya pada tataran
implementasi terkait dengan pembelajaran saintifik dan penilaian otentik di kelas, maka perlu
disusun Panduan Guru Mata Pelajaran IPA yang dapat memandu guru IPA dalam menggunakan
dokumen kurikulum IPA, buku teks mata pelajaran IPA bagi peserta didik, buku
guru yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum 2013 dan implementasi proses
pembelajaran IPA yang sesuai dengan Kurikulum 2013.
B. Tujuan Pedoman
Secara
umum penyusunan pedoman mata pelajaran IPA bertujuan untuk membantu guru dan stakeholder lainnya dalam memahami
konsep Kurikulum 2013 mata pelajaran IPA di SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA sehingga
guru mampu mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam rangka mencapai SKL dan
kompetensi inti (KI). Secara khusus penyusunan pedoman guru mata pelajaran IPA
bertujuan untuk:
1. Menjadi acuan bagi guru dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
berbagai strategi dan metode serta model pembelajaran IPA.
2. Menjadi acuan bagi guru dalam mengembangkan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
3. Menjadi acuan bagi guru dalam mengembangkan teknik
dan instrumen penilaian otentik pada pembelajaran IPA.
4. Menjadi acuan bagi guru dalam memilih media dan sumber belajar.
5. Menjadi acuan bagi guru untuk mengembangkan kultur
sekolah.
C. Ruang Lingkup Pedoman
Pedoman
mata pelajaran IPA SMP/MTs disusun dalam 9 (sembilan) Bab sebagai berikut:
BAB
I
|
Pendahuluan:
menguraikan latar belakang/rasional penyusunan pedoman, tujuan, ruang lingkup
pedoman, dan sasaran/pengguna.
|
BAB
II
|
Karakteristik
Mata Pelajaran IPA: menguraikan rasional pentingnya mata pelajaran IPA yang
diberikan di SMP/MTs; prinsip-prinsip
penerapan kurikulum IPA; dan tujuan; serta ruang lingkup mata
pelajaran IPA.
|
BAB
III
|
Kurikulum
2013 mata pelajaran IPA: menguraikan alur pengembangan kompetensi dasar, yang
diawali dari pengembangan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari tujuan
pendidikan nasional dan kebutuhan masa depan, perumusan tingkat kompetensi
dan ruang lingkup materi, perumusan Kompetensi Inti (KI), hingga perumusan
Kompetesi Dasar (KD) setiap KI.
|
BAB
IV
|
Desain
pembelajaran: menguraikan kerangka pembelajaran, pendekatan pembelajaran,
strategi dan metode dan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran IPA dan perkembangan peserta didik.
|
BAB
V
|
Model-model
pembelajaran: menguraikan model-model pembelajaran yang direkomendasikan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi dan karakteristik materi IPA,
diantaranya pembelajaran penemuan (discovery
learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning), dan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
|
BAB
VI
|
Penilaian
otentik: menguraikan strategi penilaian; bentuk penilaian sikap, pengetahuan,
dan keterampilan serta pelaporan hasil penilaian otentik.
|
BAB
VII
|
Media dan sumber belajar: menguraikan
tentang berbagai alternatif media dan sumber belajar yang dapat digunakan
dalam pembelajaran.
|
BAB
VIII
|
Guru
sebagai pengembang budaya sekolah: menguraikan peran guru dalam mengembangkan
sekolah sebagai tempat aktivitas belajar, menampilkan figur atau sosok guru
yang multifungsi,
memanfaatkan lingkungan alam, sosial,
budaya, dan teknologi sebagai sumber
belajar.
|
BAB
IX
|
Penutup
|
D. Sasaran Pedoman
Sasaran atau pengguna pedoman Mata Pelajaran
IPA ini meliputi:
1. Guru
IPA secara individual atau kelompok guru IPA (guru mata pelajaran, guru kelas,
dan guru pembina kegiatan ekstrakurikuler);
2. Pimpinan
satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah);
3. Guru
bimbingan konseling atau konselor sekolah; dan
4.
Tenaga kependidikan (tenaga laboratorium IPA
dan pengawas pembelajaran IPA).
KARAKTERISTIK
MATA PELAJARAN IPA
A. Rasional
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah
yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana
untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan
secara inkuiri (scientific inquiry)
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta
mengomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
IPA dapat diartikan secara berbeda menurut sudut pandang yang
dipergunakan. IPA sering didefinisikan sebagai kumpulan informasi ilmiah. Ada
ilmuwan yang memandang IPA sebagai suatu metode untuk
menguji hipotesis. Sedangkan seorang filsuf memandangnya sebagai cara bertanya tentang kebenaran dari apa yang kita
ketahui. Para ilmuwan IPA
dalam mempelajari gejala alam, menggunakan proses dan sikap ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan,
eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional. Sikap ilmiah contohnya adalah
objektif dan jujur dalam mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan
proses dan sikap ilmiah itu scientist
memperoleh penemuan-penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip,
dan teori.
Carin (1993)
menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip,
hukum-hukum, dan teori IPA. Jadi pada hakikatnya IPA terdiri dari tiga
komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Hal ini berarti
bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam
fakta yang dihapal, IPA juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan
pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat direnungkan. IPA
menggunakan apa yang telah diketahui sebagai batu loncatan untuk memahami apa
yang belum diketahui. Suatu masalah IPA yang telah dirumuskan dan kemudian
berhasil dipecahkan akan memungkinkan IPA untuk berkembang secara dinamis,
sehingga kumpulan pengetahuan sebagai produk juga bertambah.
Sementara
itu, menurut Trowbridge dan Bybee (1990) IPA merupakan representasi dari suatu
hubungan dinamis yang mencakup tiga faktor utama, yaitu: "the extent body of scientific knowledge, the values of science, and the methods and
processes of science". Pandangan ini lebih luas jika dibandingkan dengan pengertian IPA
yang dikemukakan Hungerford dan Volk (1990),
karena Trowbridge dan Bybee (1990) selain memandang IPA sebagai suatu proses
dan metode (methods and processes)
serta produk-produk (body of scientific
knowledge), juga melihat bahwa IPA mengandung nilai-nilai (values). IPA adalah sekumpulan
nilai-nilai dan prinsip yang dapat menjadi petunjuk pengembangan kurikulum
dalam IPA (Gill, 1991).
Sebagai body of scientific knowledge, IPA adalah hasil
interpretasi/deskripsi tentang dunia kealaman (natural world). Hal ini sesungguhnya sama dengan elemen produk pada definisi IPA yang
dikemukakan oleh Hungerford dan Volk (1990). Tujuan
IPA adalah pengembangan body of
scientific knowledge (Hyllegard dan Morrow, 1996).
IPA sebagai proses/metode
penyelidikan (inquiry methods)
meliputi cara berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk
memperoleh produk-produk IPA atau ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya observasi,
pengukuran, merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen,
dan prediksi. Dalam konteks itu, IPA bukan sekadar cara bekerja, melihat, dan
cara berpikir, melainkan ‘science as a
way of knowing’. Artinya, IPA sebagai proses juga dapat meliputi
kecenderungan sikap/tindakan, keingintahuan, kebiasaan berpikir, dan
seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai IPA berhubungan dengan tanggung
jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat IPA untuk IPA dan kehidupan manusia,
serta sikap dan tindakan (misalnya, keingintahuan, kejujuran, ketelitian,
ketekunan, hati-hati, toleran, hemat, dan pengambilan keputusan).
Berdasarkan berbagai pandangan di atas, IPA harus
dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, melakukan penyelidikan,
dan sebagai kumpulan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Collete dan Chiappetta (1994) yang menyatakan bahwa IPA pada hakikatnya
merupakan; kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan
berpikir (method of thinking), dan cara untuk penyelidikan (method of investigating).
B. Tujuan
Mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta
didik memiliki kompetensi:
1.
Mengagumi keteraturan
dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan materi, kehidupan dalam
ekosistem, dan peranan manusia dalam lingkungan sehingga bertambah keimanannya,
serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menunjukkan perilaku
ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun;
hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli
lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam
melakukan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi
3.
Menghargai kerja
individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan guna memupuk sikap ilmiah
yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerja sama dengan
orang lain;
4.
Mengembangkan
pengalaman untuk menggunakan, mengajukan dan menguji hipotesis melalui
percobaan, merancang, dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah,
dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis;
5.
Mengembangkan
kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip IPA untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam
dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif;
6.
Menguasai konsep dan
prinsip IPA serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap
percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
C. Ruang Lingkup IPA SMP/MTs
Ruang
lingkup mata pelajaran IPA menekankan pada pengamatan fenomena alam dan
penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari,
pembahasan fenomena alam terkait dengan kompetensi produktif dan teknologi,
dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi mahluk hidup dan proses
kehidupan, benda/zat/bahan dan sifatnya, energi dan perubahannya, bumi dan alam
semesta.
Ruang
Lingkup mata pelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada
pengamatan fenomena alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, isu-isu
fenomena alam terkait dengan kompetensi produktif dengan perluasan pada konsep abstrak yang
meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1.
Biologi
Meliputi
objek IPA, klasifikasi mahluk hidup, organisasi kehidupan, energi dalam
kehidupan, interaksi mahluk hiup dengan lingkungannya, pencemaran lingkungan,
pemanasan global, sistem gerak pada manusia, struktur tumbuhan, sistem
pencernaan, sistem ekskresi, sistem reproduksi, hereditas, dan perkembangan
penduduk.
2.
Kimia
Meliputi
karakteristik zat; sifat bahan; bahan kimia; unsur, senyawa, dan campuran;
pemisahan campuran; perubahan fisika dan perubahan kimia; asam dan basa; atom,
ion, dan molekul.
3.
Fisika
Meliputi
energi dalam kehidupan, suhu, pemuaian, dan kalor, gerak lurus, gaya dan Hukum Newton,
pesawat sederhana, tekanan zat cair, getaran, gelombang dan bunyi, cahaya dan
alat optik, listrik statis dan dinamis, kemagnetan dan induksi elektromagnetik.
4.
Bumi dan Alam Semesta
Meliputi struktur bumi, tata surya, gerak edar
bumi dan bulan.
BAB III
KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN IPA
A. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang ditetapkan dengan Permendikbud dirumuskan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan
nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Selain itu dalam merumuskan SKL juga mempertimbangkan
kebutuhan masa depan dan menyongsong Generasi Emas Indonesia Tahun 2045 yang
berbasis pada Kompetensi Abad XXI, Bonus Demografi Indonesia, dan Potensi
Indonesia menjadi Kelompok 7 (tujuh) Negara Ekonomi Terbesar Dunia, dan
sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia.
Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa
SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari
suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Untuk
mencapai kompetensi lulusan tersebut perlu ditetapkan Standar Isi (SI) yang
merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta
didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Penguasaan kompetensi lulusan dikelompokkan menjadi beberapa Tingkat
Kompetensi yang menunjukkan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai
kompetensi lulusan yang telah ditetapkan dalam SKL.
Tingkat
Kompetensi merupakan kriteria capaian kompetensi yang bersifat generik
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada setiap tingkat
kelas dalam rangka pencapaian
Standar Kompetensi Lulusan. Tingkat Kompetensi terdiri atas 8 (delapan) jenjang
yang harus dicapai oleh peserta didik secara bertahap dan
berkesinambungan. Tingkat Kompetensi tersebut diterapkan
dalam hubungannya dengan tingkat kelas sejak peserta didik mengikuti pendidikan TK/RA, Kelas I sampai dengan Kelas XII
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tingkat Kompetensi TK/RA bukan merupakan prasyarat masuk Kelas I.
Tingkat Kompetensi dikembangkan berdasarkan
kriteria; (1) Tingkat perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi
Indonesia, (3) Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu Tingkat
Kompetensi juga memperhatikan; tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi,
fungsi satuan pendidikan, dan keterpaduan antarjenjang yang relevan. Berdasarkan pertimbangan di atas, Tingkat Kompetensi
dirumuskan sebagai berikut:
Tabel 3.1
|
Tingkatan
Kompetensi Berdasarkan Permendikbud tentang Standar Isi
|
|||
TINGKAT KOMPETENSI
|
TINGKAT KELAS
|
|||
0
|
TK/RA
|
|||
1
|
Kelas
I dan II SD/MI/SDLB/Paket A
|
|||
2
|
Kelas
III dan IV SD/MI/SDLB/Paket A
|
|||
3
|
Kelas
V dan VI SD/MI/SDLB/Paket A
|
|||
4
|
Kelas
VII dan VIII SMP/MTs/SMPLB/Paket B
|
|||
4a
|
Kelas
IX SMP/MTs/SMPLB/Paket B
|
|||
5
|
Kelas
X-XI SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C Kejuruan
|
|||
6
|
Kelas
XII SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C Kejuruan
|
|||
Keterangan:
SDLB, SMPLB,
dan SMALB yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi tuna netra, tuna rungu, tuna
daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal.
Berdasarkan
Tingkat Kompetensi tersebut ditetapkan kompetensi yang bersifat generik yang
selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi yang
bersifat spesifik dan ruang lingkup materi untuk setiap muatan kurikulum.
B. Standar Isi
1. Kompetensi Inti
Kompetensi
Inti untuk setiap tingkat kompetensi tercantum dalam Permendikbud tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kompetensi
yang bersifat generik disebut kompetensi inti mencakup 3 (tiga) ranah yakni
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap
spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan
pentingnya keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek
spiritual dan aspek sosial sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan
nasional. Dengan demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4
(empat) dimensi yang merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan. Rumusan
kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:
Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap
spiritual;
Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap
sosial;
Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti
pengetahuan; dan
Kompetensi
Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Kompetensi Inti merupakan tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang
peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan
pengembangan kompetensi dasar. Kompetensi
inti menyatakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran
adalah pasokan kompetensi. Tiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi
inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang
diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap
pembentukan kompetensi inti. Kompetensi inti akan menagih kepada tiap mata
pelajaran apa yang dapat dikontribusikannya dalam membentuk kompetensi inti.
Dengan demikian, Kompetensi
inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi,
kompetensi inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi
horizontal kompetensi dasar. Organisasi vertikal kompetensi dasar adalah
keterkaitan kompetensi dasar satu kelas dengan kelas di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan
antarkompetensi yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah
keterkaitan antara kompetensi dasar satu mata pelajaran dengan kompetensi dasar
dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama sehingga terjadi
proses saling memperkuat.
2. Tingkat Kompetensi dan Ruang Lingkup Materi IPA
Kompetensi
yang bersifat generik (kompetensi inti) digunakan untuk menentukan kompetensi
yang bersifat spesifik untuk tiap muatan kurikulum. Selanjutnya, Kompetensi dan
ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada
pengembangan kurikulum satuan dan jenjang pendidikan. Berikut ini disajikan tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi IPA
SMP/MTs.
Tabel 3.2 Kompetensi dan Ruang Lingkup Materi IPA di SMP/MTs
Tingkat
Kompetensi
|
Tingkat
Kelas
|
Kompetensi
|
Ruang
Lingkup Materi
|
4
|
VII-VIII
|
·
Menunjukkan perilaku keimanan kepada Tuhan Yang Maha
Esa sebagai hasil dari penyelidikan terhadap objek IPA
·
Memiliki sikap ilmiah: rasa ingin tahu, logis,
kritis, analitis, jujur, dan tanggung jawab melalui IPA
·
Mengajukan pertanyaan tentang fenomena IPA,
melaksanakan percobaan, mencatat dan menyajikan hasil penyelidikan dalam
bentuk tabel dan grafik, menyimpulkan, serta melaporkan hasil penyelidikan
secara lisan maupun tertulis untuk menjawab pertanyaan tersebut
·
Memahami konsep dan prinsip IPA serta saling
keterkaitannya dan diterapkan dalam menyelesaikan masalah
|
·
Ciri-ciri
dan klasifikasi mahluk hidup, sistem organisasi kehidupan
·
Sistem
pernafasan, pencernaan, peredaran darah, struktur rangka, otot, struktur dan
fungsi sistem ekskresi pada manusia
·
Fotosintesis,
respirasi, dan struktur jaringan tumbuhan
·
Perubahan
fisika dan kimia, karakteristik zat, sifat bahan dan pemanfaatannya
·
Pengukuran,
gerak, gaya, tekanan, energi, dan
usaha, getaran, gelombang, bunyi,
cahaya, dan alat optik, Suhu dan kalor
·
Zat
aditif makanan, zat adiktif dan psikotropika
·
Struktur bumi dan tata surya
·
Interaksi
antar mahluk hidup dan lingkungan,
pencemaran dan pemanasan global
|
4a
|
IX
|
·
Memiliki perilaku beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai hasil dari penyelidikan terhadap objek IPA
·
Memiliki sikap ilmiah: rasa ingin tahu, logis,
kritis, analitis, jujur, dan tanggung jawab melalui IPA
·
Mengajukan pertanyaan tentang fenomena IPA,
merumuskan hipotesis, mendesain dan melaksanakan percobaan, mencatat dan
menyajikan hasil penyelidikan dalam bentuk tabel dan grafik, menyimpulkan,
serta melaporkan hasil penyelidikan secara lisan maupun tertulis untuk
menjawab pertanyaan tersebut
·
Memahami konsep dan prinsip IPA serta saling
keterkaitannya dan diterapkan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan
|
·
Sistem
reproduksi manusia, tumbuhan, dan hewan
·
Pewarisan
sifat
·
Tanah
dan organism yang hidup di dalamnya
·
Kelistrikan,
kemagnetan, dan induksi elektromagnetik
·
Partikel
penyusun atom dan molekul
·
Pertumbuhan
penduduk dan dampaknya bagi lingkungan
·
Produk
bioteknologi dan penerapannya dalam produksi pangan
·
Produk
teknologi yang merusak dan ramah lingkungan
|
C. Kompetensi Dasar
Kompetensi
dasar dirumuskan berdasarkan kompetensi
inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
peserta didik, kemampuan awal, serta ciri
matapelajaran. Kompetensi inti dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran
IPA SMP tercantum dalam Permendikbud tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum SMP/MTs. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan
pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
Kelompok
kompetensi dasar sikap spiritual menjabarkan KI-1;
Kelompok
kompetensi dasar sikap sosial menjabarkan KI-2;
Kelompok
kompetensi dasar pengetahuan menjabarkan KI-3; dan
Kelompok
kompetensi dasar keterampilan menjabarkan KI-4.
Kompetensi
dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan sikap sosial
(mendukung KI-2) ditumbuhkan melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada saat
peserta didik belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan
(mendukung KI-4). Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang
menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan
secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk
mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran KI-1 dan KI-2 terintegrasi
dengan pembelajaran KI-3 dan KI-4.
BAB IV
DESAIN PEMBELAJARAN
A. Kerangka Pembelajaran
Proses
pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan saintifik dan
mencakup tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, ranah sikap bertujuan agar peserta didik
tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan bertujuan agar peserta didik tahu tentang
‘bagaimana’. Ranah pengetahuan bertujaun agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.
Hasil akhirnya adalah penguasaan
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang seimbang sehingga menjadi
manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills).

Gambar 4.1.
Pengetahuan aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Berdasarkan Permendikbud tentang
Standar Proses, disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Mengacu pada standar tersebut maka
pembelajaran IPA mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
peserta didik
difasilitasi untuk mencari tahu;
2.
peserta didik belajar
dari berbagai sumber belajar;
3.
proses pembelajaran
menggunakan pendekatan ilmiah;
4.
pembelajaran berbasis
kompetensi;
5.
pembelajaran terpadu;
6.
pembelajaran yang
menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi;
7.
pembelajaran berbasis
keterampilan aplikatif;
8.
peningkatan
keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills;
9.
pembelajaran yang
mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar
sepanjang hayat;
10. pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani);
11.
pembelajaran
yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
12. pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran;
13. pengakuan
atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik; dan
14.
suasana belajar menyenangkan dan menantang.
Sesuai dengan hakekat Kurikulum 2013, pembelajaran IPA meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta kemampuan berpikir melalui interaksi
langsung dengan sumber belajar yang dirancang melalui kegiatan pembelajaran
dalam silabus dan RPP. Dalam kegiatan pembelajaran peserta didik melakukan
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, dan
mengkomuni-kasikan apa yang sudah ditemukan dalam kegiatan analisis. Proses
pembelajaran harus menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang
disebut dengan instructional effect (efek
langsung). Pembelajaran ini berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD
yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya dikembangkan secara bersamaan
dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada
KI-1 dan KI-2. Dapat dikatakan bahwa pengembangan KD dari KI-1 dan KI-2 terjadi
sebagai nurturant effect (efek
pendamping) dari kegiatan pembelajaran menyangkut KD dari KI-3 dan KI-4.
B. Pendekatan Pembelajaran
1.
Pendekatan Saintifik (Scientific
Approach)
Pembelajaran
pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis
proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi
seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran
yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning,
problem-based learning, inquiry learning.
Kurikulum
2013 menggunakan modus pembelajaran langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional). Pembelajaran langsung adalah pembelajaran
yang mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan menggunakan
pengetahuan peserta didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang
dirancang dalam silabus dan RPP. Dalam pembelajaran langsung peserta didik
melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi,
dan mengomunikasikan. Pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan langsung, yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect).
Pembelajaran
tidak langsung adalah pembelajaran yang terjadi selama proses pembelajaran
langsung yang dikondisikan menghasilkan dampak pengiring (nurturant effect). Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan
pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam KI-1 dan KI-2. Hal ini
berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses
pembelajaran langsung oleh mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pengembangan nilai dan sikap
sebagai proses pengembangan moral dan perilaku, dilakukan oleh seluruh mata
pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan
masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua
kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler baik yang terjadi di
kelas, sekolah, dan masyarakat (luar sekolah) dalam rangka mengembangkan moral
dan perilaku yang terkait dengan nilai dan sikap.
Pendekatan
saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana tercantum
dalam tabel berikut.
Tabel
4.1. Deskripsi Langkah Pembelajaran*)
Langkah Pembelajaran
|
Deskripsi Kegiatan
|
Bentuk hasil belajar
|
Mengamati (observing)
|
Mengamati dengan indra (membaca, mendengar,
menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat
|
Perhatian pada waktu mengamati suatu
objek/membaca suatu tulisan/mendengar suatu penjelasan, catatan yang dibuat
tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on
task) yang digunakan untuk mengamati
|
Menanya (questioning)
|
Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab,
berdiskusi
tentang informasi yang belum dipahami, informasi
tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.
|
Jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang
diajukan peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural, dan
hipotetik)
|
Mengumpulkan informasi (experimenting)
|
Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi,
mendemonstrasi-kan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber
lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket,
wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan
|
jumlah dan kualitas sumber yang
dikaji/digunakan, kelengkapan informasi, validitas informasi yang
dikumpulkan, dan instrumen/alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
|
Menalar/Mengasosiasi (associating)
|
mengolah informasi yang sudah dikumpulkan,
menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang
terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.
|
mengembangkan interpretasi, argumentasi dan
kesimpulan mengenai keterkaitan informasi dari dua fakta/konsep, interpretasi
argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan lebih dari dua
fakta/konsep/teori, mensintesis dan argumentasi serta kesimpulan keterkaitan antar berbagai jenis
fakta-fakta/konsep/teori/pendapat; mengembangkan interpretasi, struktur
baru,argumentasi, dan kesimpulan yang
menunjukkan hubungan fakta/konsep/teori dari dua sumber atau lebih yang tidak
bertentangan; mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi dan
kesimpulan dari konsep/teori/pendapat yang berbeda dari berbagai jenis
sumber.
|
Mengomunikasi-kan (communicating)
|
menyajikan laporan dalam
bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan
laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan
|
menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai
menalar) dalambentuk tulisan, grafis, media elektronik, multi media dan
lain-lain
|
*) Dapat disesuaikan dengan kekhasan masing-masing mata
pelajaran.
2.
Pendekatan Keterampilan Proses
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik khusus
dalam pendekatan pembelajaran.
Pembelajaran IPA lebih menekankan pada penerapan keterampilan proses.
Aspek-aspek pada pendekatan ilmiah (scientific
approach) terintegrasi pada pendekatan keterampilan proses dan metode
ilmiah. Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampil-an yang
digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Keterampilan yang
dilatihkan ini dikenal dengan keterampilan proses IPA. American Association for the Advancement of Science (1970)
mengklasifikasi-kannya menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan
proses terpadu. Indikator kedua keterampilan
proses tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3. Indikator Keterampilan Proses Dasar dan Terpadu
Keterampilan Proses Dasar
|
Keterampilan Proses Terpadu
|
·
Pengamatan
|
·
Pengontrolan variabel
|
·
Pengukuran
|
·
Interpretasi data
|
·
Menyimpulkan
|
·
Perumusan hipotesa
|
·
Meramalkan
|
·
Pendefinisian variabel secara operasional
|
·
Menggolongkan
|
|
·
Mengkomunikasikan
|
·
Merancang eksperimen
|
Keterampilan
proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai
pengalaman pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang dapat lebih
menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Tabel 4.4 menyajikan indikator keterampilan
proses sains beserta sub indikatornya.
Tabel 4.4.
Indikator Keterampilan Proses Sains beserta Sub indikatornya.
No.
|
Indikator
|
Sub Indikator Keterampilan Proses Sains
|
1.
|
Mengamati
|
-
Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
-
Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan
|
2.
|
Mengelompokkan/
Mengklasifikasi
|
-
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
-
Mencari perbedaan, persamaan
-
Mengontraskan ciri-ciri
-
Membandingkan
-
Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
|
3.
|
Menafsirkan
|
-
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
-
Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
-
Menyimpulkan
|
4.
|
Meramalkan
|
-
Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
-
Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi pada keadaan sebelum diamati
|
5.
|
Mengajukan
pertanyaan
|
-
Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana
-
Bertanya untuk meminta penjelasan
-
Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
|
6.
|
Merumuskan
hipotesis
|
-
Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu
kejadian
-
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan
memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah.
|
7.
|
Merencanakan
percobaan
|
-
Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
-
Menentukan variabel/ faktor penentu
-
Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat
-
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja
|
8.
|
Menggunakan
alat/bahan
|
-
Memakai alat/bahan
-
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
-
Mengetahui bagaimana menggunakan alat/ bahan.
|
9.
|
Menerapkan konsep
|
-
Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
-
Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang
sedang terjadi
|
10.
|
Berkomunikasi
|
-
Mengubah bentuk penyajian
-
Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik
atau tabel atau diagram
-
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
-
Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
-
Membaca grafik atau tabel atau diagram
-
Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu
peristiwa
|
C. Rancangan Pembelajaran
Dokumen
operasional untuk rancangan pembelajaran setiap mata pelajaran adalah Silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
1.
Silabus
Silabus merupakan acuan
penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran.
Silabus paling sedikit memuat:
a.
Identitas mata pelajaran
b.
Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
c.
kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dipelajari untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran;
d.
kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
terkait muatan atau mata pelajaran;
e.
materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi;
f.
kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
g.
penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
h.
alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur
kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
i.
sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Pengembangan
silabus mengacu pada Permendikbud tentang Standar Isi, Permendikbud tentang
Standar Proses, Permendikbud tentang Standar Penilaian, dan Permendikbud
tentang Kurikulum SMP/MTs. Untuk Kurikulum 2013 silabus dikembangkan di tingkat
pusat yang digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan rencana pelaksanaan pembelajara (RPP).
2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Tahap
pertama dalam pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan
dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
a.
Hakikat RPP
RPP
merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi
pembelajaran atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1)
data sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) materi
pembelajaran; (3) alokasi waktu; (4) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi;
(5) deskripsi materi pembelajaran; (6) kegiatan pembelajaran; (7) penilaian;
dan (8) media/alat, bahan, dan sumber belajar.
Setiap
guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana
guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD dan untuk guru mata pelajaran yang
diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP dilakukan
sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun perlu
diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan.
Pengembangan
RPP dapat dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di
sekolah/madrasah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala
sekolah/madrasah.
Pengembangan
RPP dapat juga dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau
antarwilayah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan
atau kantor kementerian agama setempat.
1)
Setiap RPP harus memuat
secara utuh memuat kompetensi sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari
KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4).
2)
Satu RPP dapat
dilaksanakan dalam satu kali atau lebih dari satu kali pertemuan.
3)
Memperhatikan
perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan
perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi
belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan
khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
lingkungan peserta didik.
4)
Berpusat pada peserta
didik
Proses pembelajaran dirancang
dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat,
kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar,
menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
5)
Mengembangkan budaya belajar
sepanjang hayat
Proses pembelajaran dirancang
untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
6)
Memberikan umpan
balik dan tindak lanjut pembelajaran
RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
7)
Memiliki keterkaitan
dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau antarmuatan
RPP disusun dengan memperhatikan
keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar
dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar,
dan keragaman budaya.
8)
Menerapkan teknologi
informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis,
dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Komponen-komponen RPP
secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas/Semester :
Materi Pembelajaran :
Alokasi Waktu :
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar
1.
KD pada KI-1
2.
KD pada KI-2
3.
KD pada KI-3
4.
KD pada KI-3
C.
D. Indikator Pencapaian
Kompetensi*)
1.
Indikator KD pada KI-1
2.
Indikator KD pada KI-2
3.
Indikator KD pada KI-3
4.
Indikator KD pada KI-4
E.
F.
Deskripsi Materi Pembelajaran (dapat berupa
rincian, uraian, atau penjelasan materi pembelajaran)
G.
H. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan
Pertama: (...JP)
a.
Kegiatan Pendahuluan
b.
Kegiatan Inti**)
-
Mengamati
-
Menanya
-
Mengumpulkan informasi
-
Menalar/Mengasosiasi
-
Mengomunikasikan
c.
Kegiatan Penutup
2. Pertemuan
Kedua: (...JP)
a.
Kegiatan Pendahuluan
b.
Kegiatan Inti**)
-
Mengamati
-
Menanya
-
Mengumpulkan informasi
-
Menalar/Mengasosiasi
-
Mengomunikasikan
c.
Kegiatan Penutup
3. Pertemuan
seterusnya.
I.
Penilaian
-
Teknik penilaian
-
Instrumen penilaian dan pedoman penskoran
Pertemuan Pertama
Pertemuan Kedua
a. Pertemuan seterusnya
J.
Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1. Media/alat
2. Bahan
Sumber Belajar
|
*) Pada setiap KD dikembangkan indikator atau penanda.Indikator
untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku
umum yang bermuatan nilai dan sikap yang gejalanya dapat diamati. Indikator
untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku
spesifik yang dapat diamati dan terukur.
**) Pada kegiatan inti, kelima pengalaman
belajar tidak harus muncul seluruhnya dalam satu pertemuan tetapi dapat
dilanjutkan pada pertemuan berikutnya, tergantung cakupan muatan pembelajaran.
|
*) Pada
setiap KD dikembangkan indikator atau penanda. Indikator untuk KD yang
diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang
bermuatan nilai dan sikap yang gejalanya dapat diamati. Indikator untuk KD yang
diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang
dapat diamati dan terukur.
**) Pada kegiatan inti kelima pengalaman belajar
tidak harus muncul seluruhnya tergantung cakupan muatan pembelajaran.
1)
Pengkajian Silabus
Pengkajian
terhadap silabus meliputi: (1) KI dan KD; (2) materi pembelajaran; (3) kegiatan
pembelajaran; (4) penilaian; (5) alokasi waktu; dan (6) sumber belajar.
2)
Perumusan indikator
pencapaian KD pada KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4;
3)
Deskripi Materi
Pembelajaran
Langkah
ini dapat berupa merinci, menjabarkan, menguraikan, dan mengidentifikasi materi
pembelajaran dengan memperhatikan prinsip penyusunan RPP.
4)
Penjabaran Kegiatan
Pembelajaran
Menjabarkan
kegiatan pembelajaran yang ada pada silabus dalam bentuk yang lebih operasional
berupa pendekatan saintifik disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan satuan
pendidikan termasuk penggunaan media, alat, bahan, dan sumber belajar.
5)
Penentuan Alokasi
Waktu
Menentukan
alokasi waktu untuk setiap pertemuan berdasarkan alokasi waktu pada silabus,
selanjutnya dibagi ke dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.
6)
Pengembangan
Penilaian
Menentukan lingkup, teknik, dan instrumen
penilaian, serta membuat pedoman penskoran.
7)
Menentukan Media,
Alat, Bahan dan Sumber Belajar
Penentuan
media, alat, bahan, dan sumber belajar disesuaikan dengan yang telah ditetapkan
dalam langkah penjabaran kegiatan pembelajaran.
3. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pembelajaran
meliputi:
a.
Kegiatan Pendahuluan
Dalam
kegiatan pendahuluan, guru:
1)
mengkondisikan
suasana belajar yang menyenangkan.
2)
mendiskusikan
kompetensi yang sudah dipelajari dan dikembangkan sebelumnya berkaitan dengan kompetensi yang akan
dipelajari dan dikembangkan;
3)
menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai dan
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari; dan
4)
menyampaikan garis
besar cakupan materi dan kegiatan yang akan dilakukan.
5)
menyampaikan lingkup
dan teknik penilaian yang akan digunakan.
b.
Kegiatan Inti
Kegiatan
inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi, yang dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan
inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik
mata pelajaran dan peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan
Dalam
setiap kegiatan guru harus memperhatikan perkembangan sikap peserta didik pada
kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2 antara lain mensyukuri karunia Tuhan,
jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai
pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP.
c.
Kegiatan Penutup
Dalam
kegiatan penutup, guru bersama peserta didik melakukan: (a) membuat
rangkuman/simpulan pelajaran; (b) refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan; dan (c) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran.
Selanjutnya
guru juga perlu melakukan: (a) melakukan penilaian; (b) merencanakan kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan
konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok
sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan (c) menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
BAB V
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Sesuai dengan Permendikbud tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah, kegiatan pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ranah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh melalui pendekatan saintifik
dan diperkuat dengan penerapan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
Pendekatan saintifik secara menyeluruh telah diuraikan pada Bab IV.
Bagian ini lebih fokus pada pembahasan secara praktis mengenai karakteristik
model pembelajaran discovery/inquiry learning, problem based learning dan project
based learning serta teknik memilih sebuah model pembelajaran yang sesuai
dengan tuntutan kompetensi dan karakteristik siswa.
A. Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan peserta
didik untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Penemuan konsep tidak disajikan dalam
bentuk akhir, tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dan dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian
mengorganisasi atau mengkonstruksi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam
suatu bentuk akhir. Hal tersebut terjadi bila peserta didik terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferring. Proses
tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilating
conceps and principles in the mind.
Penggunaan Discovery
Learning, ingin mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan
kreatif, pembelajaran yang teacher
oriented ke student oriented, dan
mengubah modus ekspository siswa hanya menerima informasi dari guru ke modus
Discovery siswa menemukan informasi sendiri.
1.
Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah
sebagai berikut.
a.
Perencanaan
1)
Menentukan tujuan pembelajaran
2)
Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya)
3)
Memilih materi pelajaran
4)
Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh generalisasi)
5)
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6)
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik
7)
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b.
Pelaksanaan
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajara, secara umum sebagai berikut.
1)
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu
guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa untuk melakukan
eksplorasi. Dalam hal memberikan stimulasi dapat menggunakan teknik bertanya
yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa
pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru
harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan
mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
2)
Problem
statement
(pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah
melakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian pilih salah satu masalah dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa
permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun pemahaman siswa agar terbiasa untuk menemukan masalah.
3)
Data collection (pengumpulan data).
Tahap
ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan memberi kesempatan siswa mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4)
Data processing (pengolahan data)
Pengolahan
data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para
siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan
cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa
akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang
perlu mendapat pembuktian secara logis
5)
Verification (pembuktian)
Pada
tahap ini siswa memeriksa secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil
data yang telah diolah. Verifikasi bertujuan agar proses belajar berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang
ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu
itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6)
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
B. Project Based Learning
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning/ PjBL) adalah
model pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Siswa melakukan eksplorasi,
penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai
bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas
secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun (a guiding question)
dan membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara
langsung siswa dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip
dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata.
Mengingat bahwa masing-masing
siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan
menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen
secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai
operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang biasa dikembangkan
di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang dapat diadopsi untuk pembelajaran
sains/kimia di SMA pada materi-materi yang relevan. Dengan pembelajaran
berbasis produksi siswa diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang
sesungguhnya di dunia kerja. Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka
kerja,
2.
adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan
kepada siswa,
3.
siswa mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan,
4.
siswa secara kolaboratif bertanggungjawab untuk
mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan,
5.
proses evaluasi dijalankan secara kontinyu,
6.
siswa secara berkala melakukan refleksi atas
aktivitas yang sudah dijalankan,
7.
produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi
secara kualitatif,
8.
situasi pembelajaran sangat toleran terhadap
kesalahan dan perubahan
Peran
instruktur atau guru dalam Pembelajaran
Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan
perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi
dan inovasi dari siswa.
Langkah-Langkah
Operasional
Langkah langkah pelaksanaan
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut.

Diagram 1. Langkah langkah
Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek
Penjelasan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
a.
Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)
Pembelajaran dimulai dengan
pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam
melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia
nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar
topik yang diangkat relevan untuk para siswa.
b.
Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antara pengajar dan siswa. Dengan
emikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta
mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian
proyek.
c.
Menyusun Jadwal (Create
a Schedule)
Pengajar dan siswa secara
kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas
pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,
(2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa siswa agar merencanakan
cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan
(alasan) tentang pemilihan suatu cara.
d.
Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)
Pengajar bertanggungjawab
untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek.
Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap roses. Dengan
kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar
mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yang penting.
e.
Menguji Hasil(Assess
the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk
membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing- masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu pengajar dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.
f.
Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses
pembelajaran, pengajar dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan
hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan siswa
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan
yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Peran guru dan siswa dalam
pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1. Peran Guru
a.
Merencanakan dan mendesain pembelajaran
b.
Membuat strategi pembelajaran
c.
Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa
d.
Mencari keunikan siswa
e.
Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian
f.
Membuat portofolio pekerjaan siswa
2. Peran Siswa
a.
Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
b.
Melakukan riset sederhana
c.
Mempelajari ide dan konsep baru
d.
Belajar mengatur waktu dengan baik
e.
Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok
f.
Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan
g.
Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll)
C. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah
model pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan
sehari-hari siswa (bersifat kontekstual) sehingga merangsang siswa untuk
belajar. Problem Based Learning menantang
siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk
mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini
digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang
dimaksud. Masalah diberikan kepada siswa, sebelum siswa mempelajari konsep atau
materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran
berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut.
Guru sebagai pelatih
|
Siswa sebagai problem solver
|
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi
|
·
Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran)
·
memonitor pembelajaran
·
probbing ( menantang siswa untuk berfikir)
·
menjaga agar siswa terlibat
·
mengatur dinamika kelompok
·
menjaga berlangsungnya proses
|
·
peserta yang aktif
·
terlibat langsung dalam pembelajaran
·
membangun pembelajaran
|
·
menarik untuk dipecahkan
·
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya
dengan pelajaran yang dipelajari
|
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada siswa.
Siswa harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dari mana
informasi dapat diperoleh, dan di bawah bimbingan guru. Tujuan dan hasil dari
model pembelajaran berbasis masalah ini adalah untuk mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas,
melibatkan siswa dalam penyelidikan permasalahan pilihan sendiri yang
memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata
dan membangun pemahamannnya tentang fenomena tersebut.
1. Langkah-langkah Implementasi Problem Based Learning
Langkah-langkah dalam menerapkan Problem
Based Learning di kelas dan perilaku guru dalam setiap fasenya adalah
sebagai berikut.
Tahapan-Tahapan Model PBL
FASE-FASE
|
KEGIATAN PEMBELAJARAN
|
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah
|
·
Siswa menyimak penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan logistik yg
dibutuhkan
·
Siswa dimotivasi untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang
dipilih
|
Fase 2
Mengorganisasikan siswa
|
·
Siswa didorong mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
|
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
|
·
Siswa didorong untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
·
Siswa dibimbing dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman
|
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
|
·
Hasil belajar siswa dievaluasi terkait materi yang telah dipelajari
/meminta kelompok presentasi hasil kerja
|
Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan
pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL,
tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang
harus dilakukan oleh siswa dan juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana guru
akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan
motivasi agar siswa dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Ada
empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu:
1.
Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi
baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting
dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri,
2.
Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban
mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks berpotensi memunculkan
banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan,
3.
Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai
pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri
atau dengan temannya, dan
4.
Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk
menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan
ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk
menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan
suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh
sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk
kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan
memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam
pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok
harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif,
adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan
mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika
kelompok selama pembelajaran.
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan
telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan
subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.
Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif
terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan yang dapat menghasilkan
penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan
kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap
situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada
umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan
eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan
data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini,
guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen
(mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi
permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan
dan membangun ide mereka sendiri. Guru membantu siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan
pertanyaan pada siswa untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang
dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan
memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya
mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesaian, dan
pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong siswa untuk
menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga
harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir tentang kelayakan
hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang
dikumpulkan.
Fase 4: Mengembangkan dan
menyajikan artifak (hasil karya) dan mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan
artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis,
namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang
diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan
pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan
artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah
mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan
lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa-siswa lainnya, guru-guru,
orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan
balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan
masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini
dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka
sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan.
Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas
yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.
D. Langkah-langkah pemilihan model pembelajaran
Tidak
ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lain.
Setiap model dapat digunakan sesuai dengan spesifikasi tujuan, rasional yang
mendasari, sintaks pembelajaran, dan sistem pengelolaan dan pengaturan
lingkungan yang diberikan pada manualnya. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai dan dapat menerapkan berbagai model
pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sangat beraneka ragam
dalam lingkungan belajar yang merupakkan karakteristik sekolah sehingga sangat
bervariasi.
Dalam memilih model pembelajaran
dimulai dari menganalisis karakteristik
tujuan yang akan dicapai, materi, peserta didik, lingkungan belajar
(alat-alat, sarana dan prasarana, sumber belajar), serta kemampuan guru dalam
sistem pengelolaan dan pengaturan lingkungan. Selanjutnya guru memilih model
yang dapat mengakomodasi karakteristik-karakteristik tersebut. Tentu saja tidak
semua karakteristik yang ada sesuai dengan spesifikasi model. Dalam hal ini
guru hendaklah memilih karakteristik terpenting yang harus diakomodasi, atau
menggunakan dua model secara bersamaan. Di samping itu dengan mempelajari model-model pembelajaran IPA yang telah ada
guru dapat mengembangkan/menciptakan model pembelajaran IPA sendiri.
Pemilihan model pembelajaran (discovery learning, project based learning,
atau problem based learning) sebagai
pelaksanaan pendekatan saintifik pembelajaran memerlukan analisis yang cermat
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan kegiatan pembelajaran dalam silabus.
Pemilihan model pembelajaran mempertimbangkan hal-hal berikut.
Karakteristik
pengetahuan yang dikembangkan menurut kategori faktual, konseptual, dan
prosedural. Pada pengetahuan faktual dan konsepetual dapat dipilih discovery learning, sedangkan pada
pengetahuan prosedural dapat dipilih project
based learning dan problem based
learning
Karakteristik
keterampilan yang tertuang pada rumusan kompetensi dasar dari KI- 4. Pada keterampilan
abstrak dapat dipilih discovery learning dan problem based learning, sedangkan pada keterampilan konkrit dapat dipilih project based learning.
Pemilihan
ketiga model tersebut mempertimbangkan sikap yang dikembangkan, baik sikap
religius (KI-1) maupun sikap sosial (KI-2). Berikut contoh matrik pemilihan
model yang dapat digunakan sesuai dengan dimensi pengetahuan dan keterampilan
Dimens Pengetahuan
|
Dimensi
Keterampilan
|
|
Abstrak
|
Konkrit
|
|
Faktual
|
Discovery
Learning
|
Discovry
Learning
|
Konseptual
|
Discovry
Learning
|
Discovry
Learning
|
Prosedural
|
Discovry
Learning
Problem
Based Learning
|
Projec
Based Lerning
Problem
Based Learning
|
Metakognitif
|
Discovry
Learning
Projec
Based Lerning
Problem
Based Learning
|
Discovry
Learning
Projec
Based Lerning
Problem
Based Learning
|
BAB VI
Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran IPA
A. Strategi Penilaian
Penilaian Hasil Belajar adalah
proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik
dalam ranah sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan
dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan/atau setelah proses belajar
suatu kompetensi, satu semester, satu tahun untuk suatu muatan/mata pelajaran,
dan untuk penyelesaian pendidikan pada suatu satuan pendidikan.
Dalam konteks pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), kurikulum
berdasarkan kompetensi (competency-based
curriculum), dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) penilaian proses dan hasil belajar merupakan
parameter tingkat pencapaian kompetensi minimal. Untuk itu, berbagai
pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran perlu dikembangkan
untuk memfasilitasi peserta didik agar mudah dalam belajar dan mencapai
keberhasilan belajar secara optimal.
Kurikulum
2013 mempersyaratkan penggunaan penilaian otentik (authentic assesment). Secara paradigmatik penilaian otentik
memerlukan perwujudan pembelajaran otentik (authentic
instruction) dan belajar otentik (authentic
learning). Hal ini diyakini bahwa penilaian otentik lebih mampu memberikan
informasi kemampuan peserta didik secara holistik dan valid
Penilaian otentik merupakan pendekatan, prosedur, dan instrumen penilaian proses
dan capaian pembelajaran peserta didik dalam penerapan sikap (spiritual dan
sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperolehnya dalam bentuk pemberian
tugas perilaku nyata atau perilaku dengan tingkat kemiripan dengan dunia nyata di sekolah dan di luar sekolah, misalnya
menyelidiki kadar asam asetat dalam cuka dapur. Berikut ini merupakan
hal-hal mendasar pada penilaian otentik.
-
Penilaian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran
-
Mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah
-
Menggunakan berbagai cara dan kriteria
-
Holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap)
-
Peserta didik mengkonstruk responnya sendiri, bukan sekadar memilih dari
yang tersedia
-
Tugas merupakan tantangan yang ada atau yang mirip dihadapi dalam dunia
nyata
-
Tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar
[banyak/semua jawaban benar]
B. Teknik dan Instrumen Penilaian
Kurikulum 2013
menerapkan penilaian otentik untuk menilai kemajuan belajar peserta didik yang
meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Teknik dan instrumen yang dapat digunakan untuk
menilai kompetensi pada aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan sebagai
berikut.
1.
Penilaian Kompetensi
Sikap
Penilaian
sikap diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi dasar pada KI-1 dan KI-2. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menilai sikap peserta didik, antara lain melalui observasi, penilaian diri,
penilaian sejawat, dan penilaian melalui jurnal. Instrumen yang digunakan antara lain
daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik yang hasil
akhirnya dihitung berdasarkan modus.
a.
Observasi
Sikap dan
perilaku keseharian peserta didik direkam melalui pengamatan dengan menggunakan
format yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati, baik yang terkait
dengan mata pelajaran maupun secara umum. Pengamatan terhadap sikap dan
perilaku yang terkait dengan mata pelajaran dilakukan oleh guru yang
bersangkutan selama proses pembelajaran berlangsung, seperti: ketekunan
belajar, percaya diri, rasa ingin tahu, kerjasama, kejujuran, disiplin, peduli
lingkungan, dan selama peserta didik berada di sekolah atau bahkan di luar
sekolah selama perilakunya dapat diamati guru.
Contoh:
Format pengamatan sikap dalam laboratorium IPA :
No
|
Nama
|
Aspek perilaku yang dinilai
|
Skor
|
Keterangan
|
|||
Bekerja sama
|
Rasa ingin tahu
|
Disiplin
|
Peduli ling-kungan
|
||||
1.
|
Andi
|
3
|
4
|
3
|
2
|
12
|
|
2.
|
Badu
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
....
|
|
|
|
|
|
|
Catatan:
Kolom Aspek perilaku diisi
dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut.
1 = kurang
2 = cukup
3 = baik
4
= sangat
baik
b.
Penilaian diri (self assessment)
Penilaian
diri digunakan untuk memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap kemajuan proses belajar peserta didik. Penilaian diri berperan penting
bersamaan dengan bergesernya pusat pembelajaran dari guru ke peserta didik yang
didasarkan pada konsep belajar mandiri (autonomous
learning).
Untuk menghilangkan kecenderungan peserta didik menilai diri terlalu
tinggi dan subyektif,
penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Untuk
itu penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut.
1)
Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian
diri.
2)
Menentukan kompetensi yang akan dinilai.
3)
Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
4)
Merumuskan format penilaian, dapat berupa daftar
tanda cek, atau skala penilaian.
Contoh: Format penilaian diri
untuk aspek sikap
Partisipasi Dalam Diskusi
Kelompok
Nama :
-------------------------------
Nama-nama
anggota kelompok :
-------------------------------
Kegiatan
kelompok :
-------------------------------
Isilah
pernyataan berikut dengan jujur.
Untuk No. 1 s.d. 6, tulislah huruf A,B,C atau D didepan tiap pernyataan:
A
: selalu C
: kadang-kadang
B
: sering D
: tidak pernah
1.--- Selama diskusi saya
mengusulkan ide kepada kelompok untuk didiskusikan
2.--- Ketika kami
berdiskusi, tiap orang diberi kesempatan mengusulkan sesuatu
3.--- Semua anggota
kelompok kami melakukan sesuatu selama kegiatan
4.--- Tiap orang sibuk
dengan yang dilakukannya dalam kelompok saya
5. Selama kerja kelompok,
saya….
---- mendengarkan orang lain
---- mengajukan pertanyaan
---- mengorganisasi ide-ide saya
---- mengorganisasi kelompok
---- mengacaukan kegiatan
---- melamun
6. Apa yang kamu lakukan
selama kegiatan?
-----------------------------------------------------------------------
|
Pada dasarnya teknik
penilaian diri ini tidak hanya untuk aspek sikap, tetapi juga dapat digunakan
untuk menilai kompetensi dalam aspek keterampilan dan pengetahuan.
c.
Penilaian sejawat (peerassessment)
Penilaian
sejawat atau antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
Instrumen yang digunakan berupa lembar pengamatan antarpeserta didik. Format yang digunakan untuk
penilaian sejawat dapat menggunakan format seperti contoh pada penilaian diri.
Contoh: Format penilaian
sejawat
No.
|
Pernyataan
|
Skala
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Teman saya berkata
benar, apa adanya kepada orang lain
|
|
|
|
|
2.
|
Teman saya
mengerjakan sendiri tugas-tugas sekolah
|
|
|
|
|
3.
|
Teman saya mentaati
peraturan (tata-tertib) yang diterapkan
|
|
|
|
|
4.
|
Teman saya
memperhatikan kebersihan diri sendiri
|
|
|
|
|
5.
|
Teman saya
mengembalikan alat kebersihan, pertukangan, olah raga, laboratorium yang sudah
selesai dipakai ke tempat penyimpanan semula
|
|
|
|
|
6.
|
Teman saya terbiasa
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan petunjuk guru
|
|
|
|
|
7.
|
Teman saya
menyelesaikan tugas tepat waktu apabila diberikan tugas oleh guru
|
|
|
|
|
8.
|
Teman saya berusaha
bertutur kata yang sopan kepada orang lain
|
|
|
|
|
9.
|
Teman saya berusaha
bersikap ramah terhadap orang lain
|
|
|
|
|
10.
|
Teman saya menolong
teman yang sedang mendapatkan kesulitan
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = Sangat jarang
2 = Jarang
3 = Sering
a.
= Selalu
d.
Penilaian melalui jurnal (anecdotal
record)
Jurnal merupakan rekaman
catatan guru dan/atau tenaga kependidikan di lingkungan sekolah tentang sikap
dan perilaku positif atau negatif, di luar proses pembelajaran mata pelajaran.
Contoh: Format penilaian
melalui jurnal
Jurnal
Nama:.........................
Kelas
:.........................
|
2. Penilaian
Kompetensi Pengetahuan
Soal tes tertulis yang menjadi penilaian otentik
adalah soal-soal yang menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya sendiri,
seperti soal-soal uraian. Soal-soal uraian menghendaki peserta didik
mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis
dengan menggunakan kata-katanya sendiri, misalnya mengemukakan pendapat,
berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan tes tertulis bentuk uraian antara
lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan membutuhkan waktu lebih banyak
dalam mengoreksi jawaban.
Pendidik menilai kompetensi
pengetahuan melalui tes tulis, tes
lisan, dan penugasan.
a. Instrumen
testulis berupa soal pilihan ganda, isian jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen
uraian dilengkapi pedoman penskoran. Bentuk instrumen tes tulis pada pembelajaran Kimia SMA lebih diarahkan pada
pilihan Ganda dan Uraian.
b. Instrumen tes lisan
berupa daftar pertanyaan.
c. Instrumen penugasan
berupa pekerjaan rumah dan/atau proyek yang dikerjakan secara individu ataukelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
Dalam
pembelajaran IPA soal tes sebaiknya menerapkan
Literasi sains. Literasi sains merupakan unsur kecakapan hidup yang harus menjadi hasil
kunci (key outcome) pendidikan anak
hingga berusia 15 tahun (Nuryani. 2004).
Oleh karena itu Literasi sains merupakan salah satu domain dalam PISA (Programme for International Student
Assessment). Disertakan literasi sains dalam PISA mengingat pentingnya
kemampuan ini untuk hidup di masa depan baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat. Tes tertulis pada
penilaian autentik dapat berupa tes
berbentuk uraian atau pilihan ganda seperti contoh pada PISA yang umumnya meminta
peserta didik menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOT (High Order
Thinking).
Selain
itu, penilaian terhadap pengetahuan peserta didik juga dapat
dilakukan melalui observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan percakapan.
Teknik ini adalah cerminan dari penilaian otentik. Ketika terjadi
diskusi, guru dapat mengenal kemampuan peserta didik dalam kompetensi
pengetahuan (fakta, konsep, prosedur) seperti melalui pengungkapan gagasan yang
orisinal,kebenaran konsep, dan ketepatan penggunaan istilah/fakta/prosedur yang
digunakan pada waktu mengungkapkan pendapat, bertanya, atau pun menjawab
pertanyaan. Seorang peserta didik yang selalu menggunakan kalimat yang baik dan
benar menurut kaedah bahasa menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki
pengetahuan tata bahasa yang baik dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut dalam
kalimat-kalimat. Seorang peserta didik yang dengan sistematis dan jelas dapat
menceritakan misalnya konsep mol kepada teman-temannya, pada waktu menyajikan
tugasnya atau menjawab pertanyaan temannya memberikan informasi yang sahih dan
otentik tentang pengetahuannya mengenai konsep mol dan penerapan konsep mol
dalam perhitungan kimia/kehidupan (dengan kalimat sendiri).
Contoh:Format
observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan percakapan
Nama Peserta Didik
|
Pernyataan
|
|||||||
Pengungkapan gagasan yang orisinal
|
Kebenaran konsep
|
Ketepatan penggunaan istilah
|
dan lain sebagainya
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
A
|
|
|
|
|
|
|
|
|
B
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C
|
|
|
|
|
|
|
|
|
....
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
diisi dengan ceklis ( √ )
3.
Penilaian Kompetensi
Keterampilan
Kompetensi
keterampilan terdiri atas keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit.
Keterampilan konkrit memerlukan keterampilan abstrak berupa pengetahuan,
kemampuan berpikir dan sikap. Keterampilan abstrak terutama terdiri dari
keterampilan berpikir sedangkan keterampilan konkrit berupa keterampilan
melakukan sesuatu dan menghasilkan sesuatu. Penilaian kompetensi keterampilan
dapat dilakukan dengan menggunakan:
a.
Kinerja/Praktik
Penilaian kinerja atau praktik dilakukan dengan penilaian kinerja,
yaitu dengan cara mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan
sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi
yang menuntut peserta didik melakukan
tugas tertentu seperti: praktikum di laboratorium, praktik ibadah, praktik
olahraga, presentasi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan
membaca puisi/ deklamasi.
Penilaian kinerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut.
1)
Langkah-langkah kinerja yang perlu dilakukan
peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
2)
Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai
dalam kinerja tersebut.
3)
Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
4)
Kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga dapat diamati.
5)
Kemampuan yang akan dinilai selanjutnya diurutkan
berdasarkan langkah-langkah pekerjaan yang akan diamati.
Pengamatan kinerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan
tertentu. Contoh untuk menilai kinerja di laboratorium dilakukan pengamatan
terhadap penggunaan alat dan bahan praktikum..
Untuk
mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan instrumen sebagai berikut:
1)
Daftar cek
Dengan
menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bilakriteria penguasaan
kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai.
Contoh: Format instrumen penilaian praktik di laboratorium
Nama Peserta
didik
|
Aspek yang dinilai
|
|||||||
Menggunakan jas lab
|
Membaca prosedur
kerja
|
Member-sihkan alat
|
Menyimpan alat pada
tempatnya
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Andi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Boby
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Cicih
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dimas
|
|
|
|
|
|
|
|
|
.....
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
diisi dengan tanda cek (√)
2)
Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian kinerja yang
menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap
penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana
pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari cukup,
baik, dan sangat baik
b.
Projek
Penilaian projek dapat digunakan untuk mengetahui,
misalnya tentang pemahaman, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan
kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas.
Penilaian projek dilakukan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai pelaporan. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau
tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data,
analisis data, dan penyiapan laporan tertulis/lisan. Untuk menilai setiap tahap
perlu disiapkan kriteria penilaian atau rubrik.
Contoh: Format rubrik untuk menilai projek.
Aspek
|
Kriteria dan Skor
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Persiapan
|
Jika memuat tujuan, topik, dan alasan
|
Jika memuat tujuan, topik, alasan, dan tempat
penelitian
|
Jika memuat tujuan, topik, alasan, tempat
penelitian, dan responden
|
Jika memuat tujuan, topik, alasan, tempat
penelitian, responden, dan daftar pertanyaan
|
Pelaksana
an
|
Jika data diperoleh tidak lengkap, tidak
terstruktur, dan tidak sesuai tujuan
|
Jika data diperoleh kurang lengkap, kurang
terstruktur, dan kurang sesuai tujuan
|
Jika data diperoleh lengkap, kurang terstruktur,
dan kurang sesuai tujuan
|
Jika data diperoleh lengkap, terstruktur, dan
sesuai tujuan
|
Pelaporan Secara Tertulis
|
Jika pembahasan data tidak sesuai tujuan penelitian dan membuat
simpulan tapi tidak relevan dan tidak ada saran
|
Jika pembahasan data kurang sesuai tujuan penelitian, membuat
simpulan dan saran tapi tidak relevan
|
Jika pembahasan data kurang sesuai tujuan penelitian, membuat
simpulan dan saran tapi kurang relevan
|
Jika pembahasan data sesuai tujuan penelitian dan membuat simpulan dan saran yang relevan
|
c.
Produk
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan
peserta didik membuat produk-produk pengetahuan, teknologi, dan seni, seperti:
sabun, pasta gigi, dan cairan pembersih. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga)
tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1)
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan
peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
2)
Tahap pembuatan produk (proses), meliputi:
penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat,
dan teknik.
3)
Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta
didik sesuai kriteria yang ditetapkan, misalnya berdasarkan sistematika,
tampilan, bahasa, isi, fungsi dan estetika.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara
analitik atau holistik.
1)
Cara analitik, yaitu berdasarkan
aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat
pada semua tahap proses pengembangan (tahap: persiapan, pembuatan produk, penilaian
produk).
2)
Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan
keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan hanya pada tahap penilaian produk.
Contoh Penilaian Produk
d.
Portofolio
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai
karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata
pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai
oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan
tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan
peserta didik dan terus menerus melakukan perbaikan. Dengan demikian,
portofolio dapat memperlihatkan dinamika kemampuan belajar peserta didik
melalui sekumpulan karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi
musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian,
sinopsis dan karya nyata individu peserta didik yang diperoleh dari pengalaman.
Berikut hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan penilaian portofolio.
a)
Peserta didik merasa
memiliki portofolio sendiri
b)
Tentukan bersama
hasil kerja apa yang akan dikumpulkan
c)
Kumpulkan dan simpan
hasil kerja peserta didik dalam 1 map
atau folder
d)
Beri tanggal
pembuatan
e)
Tentukan kriteria
untuk menilai hasil kerja peserta didik
f)
Minta peserta didik untuk menilai hasil
kerja mereka secara berkesinambungan
g)
Bagi yang kurang beri
kesempatan perbaiki karyanya, tentukan jangka waktunya
h)
Bila perlu, jadwalkan
pertemuan dengan orang tua
Contoh
penilaian portofolio dalam mata pelajaran Kimia, mislanya laporan percobaan
dinilai dengan teknik penilaian portofolio. Adapun aspek yang dinilai, antara
lain:
· Kelengkapan
laporan, meliputi: tujuan, bahan dan
alat yang digunakan, cara/langkah kerja, hipotesis, tinjauan pustaka, hasil
pengamatan berupa data-data yang diperoleh selama percobaan, pengolahan dan
analisis data, dan kesimpulan serta daftar pustaka.
· Kualitas
laporan, cara merumuskan hipotesis, cara mengolah dan analisis data, dan cara
menarik kesimpulan.
· Harus
ada kesinkronan antara tujuan percobaan, hipotesis, data hasil pengamatan, dan
kesimpulan.
e.
Tertulis
Selain menilai kompetensi pengetahuan, penilaian tertulis
juga digunakan untuk menilai kompetensi keterampilan, seperti menulis karangan,
menulis laporan, dan menulis surat.
C. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan
Belajar adalah tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dipersyaratkan. Ketuntasan Belajar terdiri atas ketuntasan
penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar.
Ketuntasan penguasaan substansi yaitu ketuntasan belajar KD yang merupakan
tingkat penguasaan peserta didik atas KD tertentu pada tingkat penguasaan
minimal atau di atasnya, sedangkan
ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar terdiri atas
ketuntasandalam setiap semester, setiap tahun ajaran, dan tingkat
satuanpendidikan.
Ketuntasan
Belajar dalam satu semester adalah keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi
dari sejumlah mata pelajaran yang diikutinya dalam satu semester. Ketuntasan
Belajar dalam setiap tahun ajaran adalah keberhasilan peserta didik pada
semester ganjil dan genap dalam satu taun ajaran. Ketuntasan dalam tingkat
satuan pendidikan adalah keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi
seluruh mata pelajaran dalam suatu satuan pendidikan untuk menentukan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan.
Tingkat
ketuntasan sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) disusun berdasarkan acuan kriteria dengan
rentang persentase modus sikap peserta didik sebesar 70% sampai 100%. Nilai
ketuntasan dituangkan dalam bentuk angka dan predikat, yakni 1,00 – 4,00 untuk
angka yang ekuivalen dengan predikat Kurang (K), Cukup (C), Baik (B), dan
Sangat Baik (SB) sebagaimana tertera pada tabel berikut.
MODUS SIKAP
|
NILAI KETUNTASAN SIKAP
|
|
ANGKA
|
PREDIKAT
|
|
≥ 90%
|
4,00
|
Sangat Baik (SB)
|
≥ 80%
|
3,00
|
Baik (B)
|
≥ 70%
|
2,00
|
Cukup (C)
|
< 70%
|
1,00
|
Kurang (K)
|
Ketuntasan
Belajar untuk sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan modus 3,00 atau
predikat Baik (B). Tingkat ketuntasan pengetahuan dan keterampilan (KD pada
KI-3 dan KI-4) disusun berdasarkan acuan kriteria dengan rentang persentase
tingkat penguasaan peserta didik sebesar 70% sampai 100%. Nilai ketuntasan
dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yakni 1,0 – 4,0 untuk angka yang
ekuivalen dengan huruf D sampai dengan A sebagaimana tertera pada tabel
berikut.
Tingkat Ketuntasan
|
Nilai Ketuntasan
Pengetahuan dan Keterampilan
|
|
Angka
|
Huruf
|
|
≥ 90%
|
4,00
|
A
|
≥ 80%
|
3,00
|
B
|
≥ 70%
|
2,00
|
C
|
< 70%
|
1,00
|
D
|
Ketuntasan
Belajar untuk pengetahuan dan keterampilan ditetapkan dengan skor minimal 2,0
atau huruf C .
D. Pelaporan Pencapaian Kompetensi Peserta Didik
1.
Skor dan Nilai
Penilaian kompetensi hasil belajar mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan yang dilakukan dapat secara terpisah tetapi dapat juga melalui
suatu kegiatan atau peristiwa penilaian dengan instrumen penilaian yang sama.
Untuk masing-masing ranah (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan) digunakan penyekoran dan pemberian predikat yang berbeda
sebagaimana tercantum dalam tabel 6.1.
Tabel 6.1: Konversi Skor dan Predikat Hasil Belajar Untuk
Setiap Ranah
Sikap
|
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
|||
Skor Modus
|
Predikat
|
Skor Rerata
|
Predikat
|
Skor Optimum
|
Predikat
|
4,00
|
SB
(Sangat Baik)
|
3,83 > x ≥ 4,00
|
A
|
3,83 > x ≥ 4,00
|
A
|
3,50 > x ≥ 3,83
|
A-
|
3,50 > x ≥ 3,83
|
A-
|
||
3,00
|
B
(Baik)
|
3,17 > x ≥ 3,50
|
B+
|
3,17 > x ≥ 3,50
|
B+
|
2,83 > x ≥ 3,17
|
B
|
2,83 > x ≥ 3,17
|
B
|
||
2,50 > x ≥ 2,83
|
B-
|
2,50 > x ≥ 2,83
|
B-
|
||
2,00
|
C
(Cukup)
|
2,17 > x ≥ 2,50
|
C+
|
2,17 > x ≥ 2,50
|
C+
|
1,83 > x ≥ 2,17
|
C
|
1,83 > x ≥ 2,17
|
C
|
||
1,50 > x ≥ 1,83
|
C-
|
1,50 > x ≥ 1,83
|
C-
|
||
1,00
|
K
(Kurang)
|
1,17 > x ≥ 1,50
|
D+
|
1,17 > x ≥ 1,50
|
D+
|
1,00 > x ≥ 1,17
|
D
|
1,00 > x ≥ 1,17
|
D
|
Nilai akhir yang diperoleh untuk ranah sikap diambil dari
nilai modus (nilai yang terbanyak muncul). Nilai akhir untuk ranah pengetahuan
diambil dari nilai rerata. Nilai akhir untuk ranah keterampilan diambil dari
nilai optimal (nilai tertinggi yang dicapai).
E. Bentuk Laporan
Laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dalam bentuk
sebagai berikut.
1.
Pelaporan oleh
Pendidik
Laporan hasil penilaian oleh pendidik
dapat berbentuk laporan hasil ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester.
2.
Pelaporan oleh Satuan
Pendidikan
Rapor yang disampaikan oleh pendidik
kepada kepala sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas,
guru Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali). Buku rapormemuat laporan
tentang:
a.
hasil pencapaian kompetensi
dan/atau tingkat kompetensi kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk
buku rapor;
b.
pencapaian hasil
belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota dan
instansi lain yang terkait;
c.
hasil ujian Tingkat
Kompetensi kepada orangtua/wali peserta didik dan dinas pendidikan.
F. Nilai untuk Rapor
Hasil
belajar yang dicantumkan dalam Rapor berupa:
1.
Untuk ranah sikap menggunakan skor modus 1,00
– 4,00 dengan predikat Kurang (K), Cukup (C), Baik (B), dan Sangat Baik (SB);
2.
Untuk ranah
pengetahuan menggunakan skor rerata 1,00 – 4,00 dengan predikat D – A.
3.
Untuk ranah
keterampilan menggunakan skor optimum 1,00 – 4,00 dengan predikat D – A.
Belajar
merupakan proses komunikasi antara guru dengan peserta didik serta antar
peserta didik itu sendiri. Dalam proses komunikasi diperlukan media agar proses
komunikasi tersebut berlangsung secara efektif. Media merupakan segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik untuk belajar. Sementara menurut
Permendikbud tentang Standar Proses dinyatakan bahwa “Media pembelajaran adalah
alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran”.
Pesan yang disampaikan dalam proses pembelajaran
seharusnya memenuhi kriteria benar, akurat, tidak multi tafsir, dan actual.
Untuk memenuhi kriteria tersebut diperlukan sumber belajar sebagai rujukan.
Sumber belajar dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dibedakan dengan tegas antara media dengan sumber belajar. Sebagai contoh,
dalam proses pembelajaran digunakan pesawat televisi, maka pesawat televisi
tersebut berfungsi sebagai media, sementara isi berita yang disampaikan
merupakan sumber belajar. Contoh lain dalam pembelajaran berbasis TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi), perangkat keras yang digunakan seperti
komputer, LCD proyektor, dan layar berfungsi sebagai media pembelajaran,
sementara perangkat lunak yang ditayangkan merupakan sumber belajar.
A. Media Pembelajaran
Media pembelajaran harus dirancang, disusun,
dibuat, dan disiapkan sedemikian rupa oleh guru sehingga dapat digunakan secara
efektif dan efisien sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itulah, media yang
digunakan dalam suatu proses pembelajaran merupakan suatu karya dan digolongkan
sebagai “teknologi dalam pembelajaran”. Berikut beberapa jenis media dalam
pembelajaran.

Gambar 7.1.
Klasifikasi Media dalam Pembelajaran.
Dari sekian jenis media
pembelajaran, pada dasarnya jenis media yang tergolong “Alat Bantu” hampir
tidak menunjukkan perbedaan untuk semua mata pelajaran. Selain yang umum
digunakan dalam pembelajaran, dalam pembelajaran IPA digunakan berbagai alat
bantu charta dan gambar seperti mikroskop, jangka sorong, torso, tabel periodik
unsur, tabel kereaktifan unsur, serta gambar bahan dan peralatan IPA. Jenis
media “Alat Peraga” memilikikarakter yang berbeda untuk setiap mata pelajaran.
Berikut disajikan contoh media “Alat Peraga” untuk mata pelajaran IPA.
No
|
Nama Alat
|
Gambar
|
Deskripsi
|
1
|
Model Jantung manusia
|
Gambar Model
jantung
![]() |
Mendeskripsikan anatomi jantung
serta fungsi dari bagian-bagian penyusun organ jantung
|
2
|
Model Otak manusia
|
Gambar model
otak
![]() |
Mendeskripsikan bagian-bagian
otak dan fungsi dari masing-masing bagian otak
|
3
|
Model Organ Reproduksi
|
Gambar model
organ reproduksi pria dan wanita
![]() |
Mendeskripsikan bagian-bagian
organ reproduksi pria dan wanita, serta fungsi dari tiap bagian-bagian
tersebut.
|
1. Beberapa Contoh Media dalam Pembelajaran Biologi
Benda Asli
Dalam
pembelajaran biologi, media belajar alami (asli) adalah semua objek organisme yang diobservasi (hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme) dalam kondisi alaminya termasuk pembuatan
preparat segar. Dalam mempelajari objek dan fenomena Biologi, idealnya guru
juga melakukana kegiatan membimbing peserta didik untuk mengobservasi alam
secara langsung.
Benda
Tiruan
Disamping
media belajar alami (asli), media lain yang khas dalam mata pelajaran biologi
dapat dikategorikan sebagai media artifisial (tiruan). Media belajar biologi
artifisial antara lain: charta , torso, dan preparat awetan.
Model
Objek Biologi
Dalam
pembelajaran Biologi ada kalanya perlu menggunakan model sebagai media
pembelajaran untuk memperjelas konsep maupun proses yang terjadi. Contoh alat peraga
“model” dalam pembelajaran Biologi diantaranya:
Perangkat
Ukur /Kit
Media
belajar biologi lainnya dapat berupa perangkat ukur aktivitas biologis
(metabolisme, respirasi, fotosintesis, aktivitas enzim, pencernaan, aliran
darah, denyut jantung, hematologi, golongan darah, dll). Perangkat/Kit yang
digunakan dapat dirangkai sendiri oleh guru atau dibeli melalui supplier kit.
Multimedia
Dewasa
ini multimedia sebagai media belajar sangat membantu para guru dalam kegiatan
pembelajaran. Beberapa multimedia pembelajaran biologi dapat diakses melalui
internet maupun menggunakan CD pembelajaran yang banyak diperdagangkan di
toko-toko buku.
2. Beberapa Contoh Media dalam Pembelajaran Fisika
a.
Benda Asli
Dalam
mempelajari objek dan fenomena fisika, idealnya guru membimbing peserta didik
untuk mengobservasi alam secara langsung, misalnya fenomena terjadinya pelangi,
proses yang terjadi pada pembangkit listrik tenaga air. Contoh lain benda asli
sebagai alat peraga fisika adalah berbagai jenis logam yang terdapat pada set
kubus materi dalam KIT Mekanika. Adakalanya dalam mengobservasi benda asli,
menjumpai kendala berupa tidak terdapatnya objek tersebut di sekitar lingkungan
sekolah, atau benda tersebut terlalu kecil, terlalu besar, dan terlalu jauh
untuk diamati langsung. Untuk itu guru perlu menyiapkan alat peraga lain
sebagai tiruan dan pemodelan dari benda asli tersebut.
Benda
Tiruan
Untuk mempermudah peserta didik
dalam mempelajari objek dan fenomena fisika, guru dapat menggunakan alat yang biasanya sudah tersedia secara terpadu
dalam KIT Fisika. KIT Fisika yang tersedia di laboratorium sekolah biasanya
terdiri atas KIT mekanika, listrik magnet, optik, dan hidrostatika dan panas.
Komponen atau alat-alat dalam KIT tersebut dapat digunakan untuk kegiatan
praktikum peserta didik. Misalnya tiruan katrol untuk praktikum pesawat
sederhana terdapat pada KIT mekanika. tiruan transformator (trafo) terdapat
pada KIT listrik magnet.
Model
Dalam
pembelajaran fisika ada kalanya perlu menggunakan model sebagai media
pembelajaran untuk memperjelas konsep maupun proses yang terjadi. Contoh alat
peraga “model” dalam pembelajaran fisika diantaranya:
Alat
Ukur
Dalam
mempelajari objek dan fenomena fisika, sering digunakan alat ukur untuk
merepresentasikan secara kuantitatif obyek dan fenomenan yang diamati. Berbagai
alat ukur yang digunakan pembelajaran fisika diantaranya, penggaris, jangka
sorong, mikrometer sekrup, neraca pegas, neraca empat lengan, termometer,
basicmeter, Multitester, osiloskop, gelas ukur, hidrometer, stopwatch,
barometer, manometer, higrometer
No
|
Nama Alat
|
Gambar
|
Deskripsi
|
1
|
Model Teori kinetic
|
![]() |
Model iniberupa Tabung
transparan, panjang kira-kira 300 mm dan diameter 50 mm, didudukkan vertikal
pada penyangga. Sebuah pengisap di ujung bawah lubang digerakkan naik turun
oleh motor listrik tegangan rendah (1,5 - 6,0 V d.c). Di atas pengisap itu,
jadi di bagian lain tabung, ada pengisap lain yang ringan dan bertangkai.
Tangkai dapat bergerak bebas melalui lubang di tutup tabung. Lengkap dengan
100 butir peluru kecil sekali dan 5 lingkaran beban tipis (diameter sekitar
25 mm). Digunakan untuk simulasi kelakuan gas jika molekul-molekulnya
memperoleh energi.
|
2
|
Model Mesin Uap
|
![]() |
Model
mesin dengan ketel uap dari tembaga atau kuningan. Terpasang katup pengaman,
keran pengosongan dan roda gila dengan katrol penggerak diameter 24 mm. Alas
dari logam, lengkap dengan pembakar spiritus.
|
3
|
Model Bel Listrik
|
![]() |
Bekerja
dengan tegangan 3-6 Volt, dalam kotak plastik yang kuat dengan tutup yang
dapat dilepas supaya kelihatan kerjanya.
|
4
|
Model Tata Surya
|
![]() |
Model surya dan planet-planet.
Semua planet dapat beredar lancar mengelilingi surya. Berbagai planet mudah
dikenal, memberi pengertian tentang ukuran, jarak dan lajunya planet
mengelilingi surya.
|
3. Beberapa Contoh Media dalam Pembelajaran Kimia
Benda
Asli
Media
yang tergolong benda asli dalam pembelajaran kimia adalah semua bahan-bahan
kimia baik yang dibuat (sintesis) maupun alami, seperti batuan, pasir besi,
kuarsa, bahan kimia yang ada di laboratorium. Alat-alat laboratorium yang
sering digunakan dalam berbagai percobaan kimia termasuk ke dalam golongan
media benda asli.
Model
Molymod
merupakan satu contoh alat peraga yang termasuk jenis model. Contoh model
lainnya yang seringkali digunakan dalam pembelajaran kimia adalah model bangun
atom dan molekul. Alat peraga ini dapat dibuat dengan menggunakan berbagai
bahan dasar seperti balon, plastisin, bola-bola plastic, dan lain-lain. Model
simulasi yang bisa diunduh dari berbagai laman internet juga termasuk
media/alat peraga model.
Multimedia
interaktif
Media
yang tergolong interaktif umumnya merupakan gabungan dari berbagai media
(visual, audiovisual, suara) serta melibatkan interaksi dengan pebelajar secara
aktif. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, multimedia dalam
pembelajaran kimia menjadi lebih variatif. Saat telah banyak diproduksi
multimedia pembelajaran kimia interaktif yang dapat diunduh bebas dari berbagai
laman seperti Google, Youtube, dan Wikipedia.
B. Sumber Belajar dalam Pembelajaran IPA
Banyak
ragam sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Sumber belajar
secara garis besarnya secara garis besar terdiri atas dua jenis,
yakni:
Yang
dirancang (by design), yakni sumber
belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem
instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat
formal.
Yang
dimanfaatkan (by utilization), yakni
sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan
keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran
Association
for Education and Communication Technology membedakan enam jenis sumber
belajar, yaitu:
Pesan (message), yakni sumber
belajar yang meliputi pesan formal dan nonformal. Pesan formal yaitu
pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi atau pesan yang disampaikan guru
dalam situasi pembelajaran, yang disampaikan baik secara lisan maupun berbentuk
dokumen, seperti peraturan pemerintah, kurikulum, silabus, bahan pelajaran, dan
sebagainya. Pesan nonformal yakni pesan yang ada di lingkungan masyarakat luas
yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran, seperti cerita rakyat,
dongeng, hikayat, dan sebagainya.
Orang (People), yakni orang
yang menyimpan informasi. Pada dasarnya
setiap orang bisa berperan sebagai sumber belajar, namun secara umum
dapat dibagi dua kelompok, yakni (a) orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara
profesional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaiswara, dan lain-lain;
dan (b) orang yang memiliki profesi
selain tenaga yang berada di lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek,
dan sebagainya.
Bahan
(Materials), yakni suatu format yang
digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket, alat peraga,
transparansi, film, slides, dan
sebagainya.
Alat
(Device), yakni benda-benda yang
berbentuk fisik yang sering disebut dengan
perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan pembelajaran, seperti komputer, radio,
televisi, VCD/DVD, dan sebagainya.
Teknik
(Technic), yakni cara atau prosedur
yang diguakan orang dalam memberikan
pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran, seperti ceramah, diskusi, seminar, simulasi,
permainan, dan sejenisnya.
Latar (Setting),
yakni lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun yang berada di luar sekolah, baik yang
sengaja dirancang ataupun yang tidak
secara khusus disiapkan untuk pembelajaran, seperti ruang kelas, studio,
perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
Berikut beberapa contoh sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dalam
pembelajaran IPA
1. Beberapa Sumber Belajar dalam Pembelajaran Biologi
Sumber belajar adalah rujukan, objek, dan bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran. Semua
informasi/pengetahuan/konsep yang ditransfer antara guru dan peserta didik
disebut sebagai sumber belajar. Sumber belajar
biologi dapat berupa buku teks mata pelajaran, majalah, koran, berita di
televisi dan radio, situs internet, hasil-hasil penelitian, pendapat nara
sumber, serta lingkungan dan alam.
2. Beberapa Sumber Belajar dalam Pembelajaran Fisika
Sumber belajar dalam pembelajaran Fisika dapat berupa buku teks
mata pelajaran, majalah, koran, berita di televisi dan radio, situs internet,
pendapat nara sumber, serta lingkungan fisik, dan alam. Seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sumber informasi dari internet
begitu mudah untuk diakses. Berikut disajikan beberapa situs yang dapat diakses
sebagai sumber informasi untuk pembelajaran fisika.
Rumah Belajar
Merupakan portal belajar Kementerian
pendidikan dan kebudayaan yang dikelola oleh Pustekkom. http://belajar.kemdiknas.go.id/
Pusat Penelitian Fisika
Pusat Penelitian Fisika - LIPI. Berisi berbagai artikel dan publikasi, struktur organisasi, daftar peneliti, dan pengumuman. http://www.fisika.lipi.go.id/
Pusat Penelitian Fisika - LIPI. Berisi berbagai artikel dan publikasi, struktur organisasi, daftar peneliti, dan pengumuman. http://www.fisika.lipi.go.id/
AktiFisika
Blog tentang konsep dasar fisika yang dapat digunakan untuk pembelajaran fisika tingkat dasar. Berisi artikel dalam berbagai kategori. http://aktifisika.wordpress.com/
Blog tentang konsep dasar fisika yang dapat digunakan untuk pembelajaran fisika tingkat dasar. Berisi artikel dalam berbagai kategori. http://aktifisika.wordpress.com/
Budak Fisika
Blog belajar fisika. Berisi simulasi, soal, eksperimen video, sejarah, tokoh fisika. http://budakfisika.blogspot.com/
Fisik@net
Referensi ilmu fisika online. Menyediakan informasi buku, artikel, kamus istilah, dan daftar tokoh berprestasi. http://www.fisikanet.lipi.go.id/
Fisika Asyik
Tempat belajar fisika. Berisi profil, berita IPA, kamus IPA, tanya-jawab dan download publikasi. http://www.fisikaasyik.com/
Kucing Fisika
Situs belajar berbagai ilmu fisika sehari-hari. Berisi berbagai artikel, percobaan fisika, foto dan video. http://kucingfisika.com/
Blog belajar fisika. Berisi simulasi, soal, eksperimen video, sejarah, tokoh fisika. http://budakfisika.blogspot.com/
Fisik@net
Referensi ilmu fisika online. Menyediakan informasi buku, artikel, kamus istilah, dan daftar tokoh berprestasi. http://www.fisikanet.lipi.go.id/
Fisika Asyik
Tempat belajar fisika. Berisi profil, berita IPA, kamus IPA, tanya-jawab dan download publikasi. http://www.fisikaasyik.com/
Kucing Fisika
Situs belajar berbagai ilmu fisika sehari-hari. Berisi berbagai artikel, percobaan fisika, foto dan video. http://kucingfisika.com/
3. Beberapa Sumber Belajar dalam Pembelajaran Kimia
Sumber belajar dalam pembelajaran kimia dapat berupa buku teks
mata pelajaran, majalah, koran, berita di televisi dan radio, situs internet,
pendapat nara sumber, serta lingkungan fisik, dan alam.
BAB VIII
GURU SEBAGAI PENGEMBANG BUDAYA SEKOLAH
Budaya sekolah adalah pola
kehidupan kelompok tertentu dimana
belajar merupakan bagian dari aktivitas dalam kehidupan sehari-harinya.
Aktivitas belajar dijadikan sebagai suatu kebiasaan, dimana jika kebiasaan itu
tidak dilaksanakan, maka akan berarti
sebagai suatu pelanggaran terhadap suatu nilai atau patokan yang ada Kegiatan belajar dijadikan sebagai kegemaran
dan kesenangan, sehingga motivasi belajar muncul dari dalam diri tiap-tiap
individu dalam kelompok tersebut.
Wujud
budaya belajar dalam suatu kelompok kehidupan
dapat dilihat pada dua kategori.
Pertama, perwujudan budaya belajar yang bersifat abstrak yaitu
konsekuensi dari cara pandang budaya belajar sebagai sistem pengetahuan yang
diyakini oleh individu atau kelompok tertentu sebagai pedoman dalam belajar.
Perwujudan budaya belajar yang abstrak berada dalam sistem gagasan atau ide
yang bersifat abstrak akan tetapi beroperasi. Kedua, perwujudan budaya yang
bersifat kongkrit. Perwujudan budaya belajar secara konkrit dapat dilihat
dalam bentuk; (a) perilaku belajar; (b)
ungkapan bahasa dalam belajar; dan (c) hasil belajar berupa material.
Budaya belajar dalam bentuk perilaku tampak dalam interaksi sosial. Perilaku
belajar individu atau kelompok yang berlatar belakang status sosial tertentu
mencerminkan pola budaya belajarnya. Perwujudan perilaku belajar individu atau
kelompok sosial dapat juga dilihat dari kondisi resmi dan tidak resmi juga.
Perbedaan dalam kondisi mencerminkan adanya nilai, norma dan aturan yang
berbeda. Bahasa adalah salah satu perwujudan budaya belajar secara kongkrit
pada individu atau kelompok sosial. Kekurangan dalam menggunakan bahasa sedikit
banyak akan menghambat percepatan dalam merealisasikan dan mengembangkan budaya
belajar. Hasil belajar berupa material menjadikan perwujudan konkret dari
sistem budaya belajar individu atau kelompok sosial. Hasil belajar tidak saja
berbentuk benda melainkan keterampilan yang mengarahkan pada keterampilan hidup
(life skill).
Dalam
Kurikulum 2013 perkembangan konsep pembelajaran telah mencapai pengertian pembelajaran sebagai suatu sistem. Cakupan
pengertian pembelajaran sangat luas.
Dilihat dari berbagai aspek yang dapat terlibat dalam proses pembelajaran,
tidak hanya adanya interaksi antara seorang guru dan peserta didik saja, tetapi
juga banyak aspek yang lain yang turut terlibat mempengaruhi pembelajaran,
Salah satunya kondisi lingkungan.
Model
pembelajaran yang dikembangkan dalam Kurikulum 2013 ini berbasis pada model
konstruktivis. Pembelajaran tidak hanya
menitikberatkan pada aspek kognitif saja dari peserta didik, tetapi juga
mengembangkan aspek yang lainnya (afektif dan psikomotor) Bahkan dalam
Kurikulum 2013 ini, yang ingin lebih ditonjolkan adalah aspek afektifnya,
supaya generasi penerus bangsa mewarisi budaya-budaya Indonesia yang ramah dan
berakhlak mulia.
Budaya yang harus dibangun dalam
pembelajaran IPA pada dasarnya adalah keterlibatan aktif peserta didik dalam
kerja ilmiah/inkuiri. Ketika peserta didik melakukan kerja ilmiah, ia tidak
melupakan konteks budaya atau lingkungan, dan sebaliknya dalam keseharian ia
pun selalu dapat memperlihatkan
prinsip-prinsip sains. Pengalaman sehari-hari menjadi sumber pengetahuan
dan pengalaman untuk mendukung pemahaman konsep dan bahkan perubahan dari
konsep yang salah (miskonsepsi) menjadi konsep yang lebih sesuai dengan status
terkini sains. Apabila ini dapat dicapai, maka hilanglah dikotomi “sains dan
keseharian”. Sehingga IPA dan pemahaman IPA tumbuh dari pengalaman.
Dalam kerangka menciptakan budaya
belajar IPA yang baik maka seorang guru IPA tidak hanya mampu berinteraksi dengan baik
dengan sesama guru, peserta didik, orang tua dan masyarakat, tetapi juga dapat dijadikan suri tauladan bagi peserta
didiknya.
Hubungan Guru Mata Pelajaran IPA dengan Guru Mata Pelajaran Lain
Hubungan
guru dengan guru harus menunjukkan keharmonisan baik di luar maupun di dalam
sekolah, ketika di dalam sekolah hubungan itu akan dilihat langsung oleh peserta didik. Oleh karena itu
tingkah laku guru harus mencerminkan suri tauladan yang baik. Sebagaimana
diungkapkan oleh orang Jawa mengatakan guru itudigugu dan ditiru.Keharmonisan antara
guru akan menimbulkan suasanakedamaian yang menyenangkan. Suasana sekolah yang
efektif dirasakan sebagai penuh rasa kekeluargaan, bersifat praktis, dan penuh
kejujuran. Sekolah selalu beranggapan, bahwa lingkungan sekolah yang
baikmerupakan prioritas utama untuk pencapaian kemajuan.
Hubungan Guru dengan Peserta Didik
Tugas utama guru adalah berusaha
mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal, agar mereka
dapat mandiri dan berkembang menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial,
emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas
yang diembannya, guru senantiasa
berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didiknya. Dalam konteks
tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional, yang
diikat oleh kode etik. Berikut ini disajikan nilai-nilai dasar dan
operasional yang membingkai sikap dan perilaku etik guru dalam
berhubungan dengan peserta didik, sebagaimana tertuang dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):
Guru
berperilaku secara profesional dalam melaksanakan
tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Guru
membimbing peserta didik untuk memahami,
menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga
sekolah, dan anggota masyarakat.
Guru mengetahui bahwa setiap
peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya
berhak atas layanan pembelajaran.
Guru menghimpun informasi tentang
peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
Guru secara perseorangan atau
bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang
efektif dan efisien bagi peserta didik.
Guru menjalin hubungan dengan
peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari
tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
Guru berusaha secara manusiawi
untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif
bagi peserta didik.
Guru secara langsung mencurahkan
usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
Guru menjunjung tinggi harga
diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
Guru bertindak dan memandang
semua tindakan peserta didiknya secara adil.
Guru berperilaku taat asas kepada
hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
Guru terpanggil hati nurani dan
moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan
perkembangan peserta didiknya.
Guru membuat usaha-usaha yang
rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat
proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
Guru tidak boleh membuka rahasia
pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
Guru tidak boleh menggunakan
hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang
melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
Guru tidak boleh menggunakan
hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan peserta didik
sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau
selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang
dalam keadaan tidak menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas
(purna bhakti), hubungan dengan peserta didiknya (mantan peserta didik) relatif
masih terjaga. Bahkan di kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap
patuh pada guru” (dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference
group”). Meski secara formal, tidak lagi menjalankan
tugas-tugas keguruannya, tetapi hubungan batiniah antara guru dengan peserta
didiknya masih relatif kuat, dan peserta
didik pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.
Dalam keseharian kita melihat
kecenderungan seorang guru ketika bertemu dengan peserta didiknya yang
sudah sekian lama tidak bertemu, umumnya, guru akan tetap menampilkan sikap dan
perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa masih
dalam asuhannya. Dukungan dan kasih sayang akan dia tunjukkan. Aneka
nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya. Begitu juga dengan
peserta didik, sekalipun dia sudah meraih kesuksesan hidup yang jauh melampaui
dari gurunya, baik dalam jabatan, kekayaan atau ilmu pengetahuan, dalam hati
kecilnya akan terselip rasa hormat, yang diekspresikan dalam berbagai bentuk,
misalnya: senyuman, sapaan, cium tangan, menganggukkan kepala, hingga memberi
kado tertentu yang sudah pasti bukan dihitung dari nilai uangnya. Inilah
salah satu kebahagian seorang guru, ketika masih bisa sempat menyaksikan
putera-puteri didiknya meraih kesuksesan hidup. Rasa hormat dari para
peserta didiknya itu bukan muncul secara otomatis tetapi justru terbangun dari
sikap dan perilaku profesional yang ditampilkan sang guru ketika masih bertugas
memberikan pelayanan pendidikan kepada putera-puteri didiknya.
Hubungan Guru dengan Orang tua Peserta Didik
Guru dalam pandangan masyarakat
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu. Guru
menempati kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang membuat mereka
dihormati. Para orangtua yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik
mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Jadi guru, adalah sosok
figur yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan.
Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah suatu pekerjaan yang mudah,
tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa dan tuntutan hati nurani adalah
tidak mudah (Djamarah, 2005).
Orangtua adalah orang yang telah
melahirkan kita atau orang yang mempunyai pertalian darah. Orangtua juga
merupakan public figure yang pertama menjadi contoh bagi anak-anak.
Karena pendidikan pertama yang didapatkan anak-anak adalah dari orangtuanya.
Orangtua dan guru adalah satu tim dalam pendidikan anak, untuk itu keduanya
perlu menjalin hubungan baik. Bagi anak-anak yang sudah masuk sekolah, waktunya
lebih banyak dihabiskan bersama para guru daripada dengan orangtua. Kedengarannya
mungkin agak mengejutkan, tapi memang begitulah kenyataannya. Ketika orangtua
pulang dari tempat bekerja, anak-anak biasanya juga baru tiba dari mengikuti
kegiatan setelah jam sekolah. Hanya tersisa waktu beberapa jam saja untuk makan
malam bersama, menyelesaikan pekerjaan rumah dan mungkin menghadiri acara
anak-anak. Setelah itu semuanya tidur.
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar terjalin hubungan baik antara
guru dengan orang tua peserta didik; (a).Perkenalkan anak dengan
gurunya, (b). Mendatangi pertemuan orangtua-guru, (c). Senantiasa berprasangka
baik kepada guru, dan berkomunikasilah secara teratur.
Berkaitan dengan hubungan antara
guru dan orangtua, dalam kode etik guru telah disebutkan tentang hal tersebut,
yaitu dalam pasal 6 (Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional) bagian 2
tentang Hubungan Guru dengan
Orangtua/wali Peserta didik: (1). Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang
efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali peserta didik dalam melaksannakan
proses pedidikan, (2). Guru mermberikan informasi kepada Orangtua/wali secara
jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik, (3). Guru merahasiakan
informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya,
(4). Guru memotivasi orangtua/wali peserta didik untuk beradaptasi dan
berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan, (5). Guru
berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali peserta didik mengenai kondisi
dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. (6). Guru
menjunjung tinggi hak orangtua/wali peserta didik untuk berkonsultasin
dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau
anak-anak akan pendidikan, (7). Guru tidak boleh melakukan hubungan dan
tindakan profesional dengan orangtua/wali peserta didik untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
Hubungan Guru dengan Masyarakat
Pembelajaran IPA, harus selalu
terkait dengan konteks yang terjadi di lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran IPA harus pula
mendukung proses pembudayaan peserta didik sebagai warga masyarakat. Peserta
didik belajar konsep-konsep IPA, mempelajari penyebab, dan konsekuensi dari
gejala yang mereka pelajari terhadap
lingkungan dan masyarakat. Pada saat yang sama
peserta didik juga dibesarkan dalam lingkungan yang kegiatannya bervariasi
sesuai dengan daerah di mana ia tinggal. Sebagai contoh, iklim tropis di
Indonesia menyebabkan sebagian besar masyarakatnya bertani dengan berbagai
aktivitas yang sarat dengan permasalahan sains dan teknologi. Hendaknya dalam pembelajaran IPA aspek kondisi iklim
dan masyarakat bertani ini menjadi asp[ek yang perlu dibahas dalam
pembelajaran, sehingga pembelajaran benar-benar bermakna bagi peserta didik.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran dan jenis
pengetahuan yang dianggap penting adalah yang terkait erat dengan nilai-nilai
masyarakat dan yang berguna dalam konteks masyarakat (Bruner, 1996; Harding,
1998; Barton, 1998).
Agar guru dapat menerapkan budaya
belajar IPA ini, guru perlu mengetahui dan memahami, pemahaman dan penjelasan
yang sering digunakan oleh masyarakat setempat terhadap gejala alam tertentu,
nilai-nilai yang tekait dengan IPA dalam masyarakat setempat, serta hubungan
historis yang ada antara masyarakat dan lembaga pendidikan setempat. Berbekal
ini semua, pembelajaran kemudian dapat didesain agar mencerminkan budaya
setempat, serta dapat pula dikaitan dengan keseharian, minat atau hobbi dari
setiap peserta didik. Sebagai contoh setelah pembelajaran tentang ekosistem,
peserta didik ditugaskan mengamati beragam ekositem di lingkungan sekitar rumah
atau sekolah mereka. Contoh lainnya setelah belajar tentang konsep asam basa
dan pH, peserta didik dapat ditugaskan untuk mengamati kondisi perairan
(selokan, sungai, air sumur) yang diduga bermasalah di sekitar lingkungan rumah
mereka. Peserta didik ditugasi mengidentifikasi kondisi air (pH, kekeruhan,
daya hantar listrik, dll), serta menganalisis faktor penyebabnya. Tugas proyek
ini dapat bersinergi dengan tugas mata pelajaran lain, seperti biologi
(mengamati biota perairan) dan ilmu sosial (perilaku sosial masyarakat terkait
penyebab permasalahan perairan).
Dalam praktiknya hal-hal ini
dapat dilakukan secara integral dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Selain itu terkait dengan pelibatan aktif peserta didik dalam
kerja ilmiah, guru dapat mendesain pembelajaran agar sesuai dengan tingkat
perkembangan atau kematangan peserta didik. Pada tahap awal dapat diberikan
inkuiri terpandu (guided inquiry)
bertahap hingga peserta didik melakukan inkuiri mandiri (mulai dari merumuskan
masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, dan seterusnya hingga
melaporkan). Desain tugas yang tepat, panduan, dan bantuan guru adalah kunci
agar tugas tersebut tetap menantang namun tidak membuat peserta didik frustasi.
Untuk kepentingan
pembelajaran, guru IPA perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang
lebih luas, misalnya, mengadakan kerja sama dengan tokoh masyarakat tertentu
yang berorientasi pada peningkatan mutu
pembelajaran mata pelajaran yang diampuhnya. Menjadikan masyarakat dan
lingkungan sebagai sumber belajar. Beberapa hal yang hendaknya dilakukan guru
dalam hubunganya dengan masyarakat; (a).Menghormati tanggung jawab dasar dari
orang tua terhadap anak, (b). Menciptakan dan memelihara hubungan yang ramah dan kooperatif dengan lingkungan
rumah, (c). Membantu memperkuat kepercayaan peserta didik terhadap
lingkungan rumahnya sendiri dan menghindarkan ucapan yang mungkin merusak kepercayaan
itu, (d). Menghormati masyarakat dimana ia bekerja dan bersikap setia kepada
sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara, serta (e). Ikut serta aktif dalam
kehidupan masyarakat.
Panduan ini hanya petunjuk,
jangan membatasi kreativitas guru sesuai kondisi, situasi sekolah dan peserta
didik. Yang harus selalu menjadi patokan bagi guru adalah tujuan pembelajaran
IPA dan standar kelulusan. Melalui
pembelajaran IPA peserta didik harus disiapkan agar melek sains, bersikap dan
bertindak ilmiah, mengetahui dan dapat melakukan kerja ilmiah atau membangun
pengetahuan melalui penyelidikannya sendiri (tentu sesuai dengan tahapan
usianya bisa diawali dengan penyelidikan yang dipandu ditahap awal).